- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Empat Masalah dalam Buku-Buku Anti-Asy’ariyah-Maturidiyah

Google Search Widget

Terdapat banyak kitab atau buku akidah yang ditulis dengan tujuan khusus untuk mengkritik Asy’ariyah. Buku-buku ini sering kali mengutip pernyataan dari tokoh-tokoh masa lalu yang berusaha memojokkan Asy’ariyah-Maturidiyah, dua mazhab teologi yang diakui oleh Ahlussunnah wal Jamaah. Asy’ariyah dipelopori oleh Imam Abu Hasan al-Asy’ari, sedangkan Maturidiyah oleh Abu Mansur al-Maturidi. Dalam perkembangan terbaru, semakin banyak kitab yang muncul di platform seperti Maktabah Syamilah, menunjukkan adanya kelompok yang sangat menolak mazhab akidah terbesar dalam sejarah umat Islam ini.

Salah satu kekurangan utama dari kitab-kitab semacam ini adalah minimnya objektivitas. Meskipun beberapa di antaranya tebal, dengan lebih dari 500 halaman, isi dan pendekatannya sering kali tidak mencerminkan kebenaran secara utuh. Berikut adalah beberapa masalah yang dapat diidentifikasi:

  1. Ketidakrepresentatifan: Mengutip banyak pernyataan bukanlah jaminan bahwa pandangan tersebut mewakili keseluruhan. Misalnya, mengklaim bahwa seluruh masyarakat Indonesia ingin mengganti presiden hanya berdasarkan pendapat sekelompok orang adalah kesalahan besar. Dalam konteks akidah, meskipun ada banyak kritik terhadap Asy’ariyah-Maturidiyah, kenyataannya adalah bahwa dalam sejarah, kedua mazhab ini telah menjadi mayoritas. Oleh karena itu, kutipan dari sejumlah orang yang menentang tidak dapat digeneralisasi.
  2. Pendudukan masalah yang tidak proporsional: Ada kecenderungan untuk mengutip semua pernyataan ulama yang menolak takwil untuk menyerang Asy’ariyah secara keseluruhan. Namun, hanya sebagian dari Asy’ariyah yang menganut takwil. Sebagian besar ulama Asy’ariyah mengajarkan tafwidh, yang berarti menyerahkan makna sifat kepada Allah tanpa membahasnya secara mendalam. Mengabaikan fakta ini dan menggunakan pernyataan ulama anti-takwil sebagai senjata terhadap Asy’ariyah adalah tindakan yang tidak adil.
  3. Kurangnya tahqiq terhadap istilah: Banyak istilah dalam akidah memiliki makna yang berbeda tergantung pada siapa yang mengucapkannya. Misalnya, istilah “tanpa tasybih” dapat berarti berbeda bagi seorang ahli tajsim dan seorang ahli tanzih. Ketidakpahaman terhadap perbedaan ini dapat menimbulkan kerancuan, dan kitab-kitab yang mengkritik Asy’ariyah sering kali mencampurkan istilah tanpa pemahaman yang jelas.
  4. Tidak memilah keahlian tokoh yang dinukil: Setiap tokoh memiliki spesialisasi yang berbeda. Tidak semua ulama yang dikenal sebagai tokoh besar memiliki keahlian dalam ilmu kalam. Menggunakan pendapat ulama yang tidak ahli dalam bidang ini untuk menentang pendapat ulama yang terampil dalam ilmu kalam hanya akan menimbulkan kesalahpahaman.

Keempat masalah ini menunjukkan tantangan yang dihadapi dalam memahami kritik terhadap Asy’ariyah-Maturidiyah. Pembaca yang memiliki pemahaman yang baik akan menyadari masalah-masalah ini, sementara mereka yang kurang literasi mungkin menganggap isi buku-buku tersebut sebagai kebenaran. Semoga tulisan ini dapat memberikan pencerahan mengenai isu-isu yang ada dalam diskusi akidah. Wallahu a’lam bish shawab.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?