Allah (SWT) memiliki sifat-sifat sempurna dan terjauhkan dari segala kekurangan. Dalam tradisi ulama bermazhab Asy’ari, terdapat dua puluh sifat wajib Allah yang dikenal sebagai sifat asasiyyah kamaliyyah. Salah satu sifat tersebut adalah mukhalafatuhu lil hawaditsi, yang berarti Allah berbeda dari makhluk-Nya. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat” (QS. As-Syura: 11).
Makhluk atau al-hawadits memiliki dua segi: pertama, keberadaan makhluk didahului oleh ketiadaan; kedua, makhluk memiliki sifat imkan, yang berarti keberadaannya mungkin untuk terus ada atau tidak ada. Berbeda dengan makhluk, wujud Allah adalah wajib dan mustahil untuk tidak ada. Dengan demikian, Allah berbeda dari makhluk dalam hal keberadaannya yang pasti dan kekal.
Allah (SWT) bersifat Baqa’, yang berarti wujud-Nya kekal dan tidak akan mengalami kehancuran. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Bahwa semua selain Allah akan hancur” (QS. Al-Qashash: 88). Namun, terdapat pengecualian untuk beberapa makhluk yang Allah kehendaki untuk kekal, seperti surga, neraka, arsy, kursi, ruh, dan lainnya. Dalam hal ini, para ulama telah mentakshish ayat tersebut untuk menunjukkan bahwa amal yang dilakukan karena Allah juga akan kekal.
Terdapat banyak dalil dalam Al-Qur’an dan hadits yang menyatakan bahwa penduduk surga dan neraka akan kekal. Misalnya, dalam Surat Hud ayat 106-108, Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang celaka akan kekal di dalam neraka, dan orang-orang yang berbahagia akan kekal di dalam surga. Syekh Al-Bayjury menyatakan bahwa kenikmatan surga dan siksa neraka tidak memiliki akhir, meskipun keduanya memiliki permulaan.
Hadits dari Ibnu Umar menyebutkan bahwa setelah penduduk surga dan neraka masuk ke tempatnya masing-masing, kematian akan disembelih, dan tidak ada lagi kematian bagi mereka. Ini menunjukkan bahwa kekekalan surga dan neraka adalah bagian dari kehendak Allah (SWT) dan merupakan hukum syara’.
Perbedaan antara kekekalan Allah dan kekekalan surga serta neraka adalah bahwa kekekalan Allah bersifat dzatiyah dan wajib, sedangkan kekekalan surga dan neraka bersifat syara’ dan dikehendaki oleh Allah. Keyakinan ini disepakati oleh para ulama Ahlussunnah wal Jamaah, yang menyatakan bahwa meskipun alam semesta dapat punah, surga dan neraka akan kekal sesuai dengan kehendak Allah.