Berikut adalah beberapa bait puisi Maulana Jalaluddin Rumi yang terinspirasi dari Al-Quran. Dalam setiap baitnya, terdapat panggilan dari langit yang mengajak kita untuk merenung dan memahami makna kehidupan serta hubungan kita dengan Sang Pencipta. Mari kita simak perjalanan spiritual yang tertuang dalam setiap kata:
Sebuah panggilan setiap saat berkumandang dari langit: “Dan sungguh, Kami benar-benar meluaskannya.”(1)
Yang mendengarnya setiap saat, namun bukan dengan telinga? “Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang mengabdi, yang bertahmid, yang berjalan (karena Allah), yang ruku’, yang sujud.”(2)
Carilah tangga “dari Allah, pemilik Al-Ma‘arij (tempat mi’raj)”(3), lalu naiklah! Tangga yang “Al-Malâ‘ikat dan Ar-Rûh naik (kepada-Nya) dalam satu hari.”(4)
Siapakah yang sanggup, dari bahan khayalanmu, mampu membuat nyata tangga ke langit itu?
Tangan “Kepada Kami segala sesuatu akan kembali”-lah yang membuat mereka mi‘raj.(5)
Ketika pahat sabar dan syukur telah selesai menatahmu , mi‘raj-lah, serta ucapkan, “dan itu tak akan diperoleh, kecuali oleh Ash-Shâbirûn.”(6)
Saksikan, siapa sesungguhnya yang memegang pahat-pahat itu. Lalu pasrahkan dirimu dengan gembira!
Jangan kau lawan pahat itu, seperti tali para penyihir Fir‘aun (yang menjadi ular), ingatlah nasib mereka yang mengatakan, “dengan kuasa Fir‘aun, sungguh kami benar-benar akan menang.”(7)
Majulah beberapa langkah lagi, maka kau akan menjadi “Ashabul Yamin (golongan kanan)”(8)
Dan jika kau telah sampai pada batas tertinggimu, engkau adalah “As-Sâbiqûnas Sâbiqûn (yang paling utama dari golongan yang utama).”(9)
Jika engkau berasal dari tempat para kekasih-Nya di langit, maka datanglah!
Dan masuklah ke dalam shaf “Sesungguhnya kami benar-benar ber-shaf-shaf.”(10)
Jika engkau miskin, tabuhlah genderang “Kemiskinan adalah jubahku.” (11)
Jika engkau seorang faqih, jagalah agar engkau tidak termasuk ke dalam “mereka adalah kaum yang la-yafqihûn (tidak memahami).”(12)
Jika engkau telah menjadi nun yang bertekuk lutut seperti qalam yang bersujud, maka engkau termasuk ke dalam “apa yang mereka tulis” dalam “Nun, demi qalam dan apa yang mereka tulis.”(13)
Jadilah mata yang melihat dalam “kelak kamu akan melihat”, kepada mereka yang ada dalam “mereka pun akan melihat.”(14)
Bahkan jika engkau “bersikap lunak” bagai penjilat, namun apa artinya itu bagi “mereka yang bersikap lunak (pula kepadamu)?”(15)
Hunjamkan akarmu kuat-kuat, seperti pohon Sidrah yang “tiada keraguan di dalamnya.”(16)
Jagalah dedaunan dan batangmu dari goyah karena tiupan nafas “yang kami tunggu-tunggu hingga kecelakaan menimpanya.”(17)
Lihatlah kebun yang menjadi arang dalam “malapetaka (yang datang) dari Rabb-mu”, tipu dayanya menghanguskan kebun mereka “ketika mereka sedang tidur.”(18)
# # #
Dikutip dari Rumi, dalam Nargis Virani, “I am the Nightingale of the Merciful”: Rumi’s Use of the Qur’an and Hadith. Terjemahan dan catatan oleh Herry Mardian.
Catatan-catatan:
(1) QS Adz-Dzâriyât [ 51]: 47.
(2) QS At-Taubah [9]: 112.
(3) QS Al-Ma‘arij [70]: 3.
(4) QS Al-Ma‘arij [70]: 4.
(5) QS Al-Anbiyâ’ [21]: 93.
(6) QS Al-Qashash [28]: 80.
(7) QS Asy-Syu‘arâ [26]: 44.
(8) QS Al-Wâqi‘ah [56]: 27.
(9) QS Al-Wâqi‘ah [56]: 10.
(10) QS Ash-Shâfât [37]: 165.
(11) Al-Hadits.
(12) QS Al-Anfâl [8]: 65.
(13) QS Al-Qalam [68]: 1.
(14) QS Al-Qalam [68]: 5, “Maka kelak kamu akan melihat, dan mereka pun akan melihat.”
(15) QS Al-Qalam [68]: 9, “Maka mereka ingin agar kamu bersikap lunak, lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).”
(16) QS Al-Baqarah [2]: 2.
(17) QS Ath-Thûr [52]: 30.
(18) QS Al-Qalam [68]: 19.