Dalam konteks kehalalan penggunaan food emulsifier seperti Ovalet, SP, dan TBM, perlu dipahami bahwa dalam Islam, penggunaan zat aditif pada makanan diperbolehkan selama tidak mengandung bahan-bahan yang dilarang oleh syariah. Prinsip dasarnya adalah “hukum asal segala sesuatu adalah halal, karena semua materi di dunia diciptakan untuk kemanfaatan bagi hamba-Nya.”
Syekh Zakaria al-Anshari membatasi bahwa bahan makanan yang halal untuk dikonsumsi haruslah bersih, tidak membahayakan, tidak menjijikkan, bukan bagian dari tubuh manusia, dan bukan bagian dari hewan yang masih hidup yang menjadi najis karena kematiannya.
Aditif yang dilarang biasanya berasal dari bahan-bahan haram seperti babi, anjing, bangkai, manusia, atau hewan-hewan yang secara tegas dilarang. Namun, jika aditif tersebut diekstrak dari bahan nabati dan tidak mengandung bahan beracun atau memabukkan, maka penggunaannya diperbolehkan.
Kontroversi seputar aditif seperti Ovalet, SP, dan TBM sering kali muncul karena informasi dari para dokter mengenai potensi bahaya yang dapat ditimbulkan. Meskipun demikian, dalam perspektif fiqih, suatu makanan dianggap halal selama tidak mengandung bahan yang diharamkan dan tidak membahayakan secara nyata.
Peringatan dokter mengenai bahaya aditif seperti potensi pemicu penyakit kanker sebaiknya tidak diabaikan, meskipun dampaknya mungkin tidak langsung terasa setelah mengonsumsi. Dalam hal ini, prinsip kehati-hatian perlu diterapkan untuk menjaga kesehatan konsumen.
Dengan mempertimbangkan maslahah dan mafsadah (manfaat dan mudarat), penggunaan food emulsifier dapat diperbolehkan asalkan memenuhi kriteria-kriteria yang telah disebutkan sebelumnya. Sebagai penutup, keputusan akhir tetaplah pada individu untuk memilih produk makanan yang sesuai dengan keyakinan dan kebutuhan kesehatannya. Semoga informasi ini bermanfaat dan membantu dalam membuat keputusan yang bijak dalam memilih konsumsi makanan sehari-hari.