Pada zaman yang serba modern seperti sekarang, berbagai cara pembiayaan mulai bermunculan, termasuk kredit motor melalui leasing. Bagi sebagian orang, konsep ini mungkin masih membingungkan terutama dalam konteks hukum Islam atau syariah. Sebagai contoh, ketika seseorang ingin membeli motor matic dengan harga tunai sebesar Rp20 juta, namun memutuskan untuk mengambil kredit dengan uang muka (down payment) Rp3 juta dan angsuran tetap Rp1 juta selama 2 tahun, dengan total bayar Rp27 juta. Dalam skema ini, BPKB motor akan ditahan hingga pelunasan terakhir dilakukan. Namun, jika terjadi keterlambatan pembayaran, maka akan dikenakan denda tertentu, bahkan motor dapat disita jika tunggakan sudah cukup lama.
Dalam konteks hukum Islam, khususnya dari sudut pandang masyarakat yang mayoritas mengikuti mazhab Syafi’i seperti di Mojokerto, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama-tama, kita perlu memahami perbedaan antara jual beli tunai dan jual beli kredit. Jual beli tunai terjadi ketika pembayaran dan serah terima barang dilakukan secara langsung, sementara jual beli kredit melibatkan penundaan pembayaran. Dalam mazhab Syafi’i, keduanya diakui sah selama harga dan syarat-syarat lainnya jelas dan sesuai.
Dalam kasus kredit motor, perhitungan harga yang jelas mutlak diperlukan. Misalnya, jika sepeda motor diangsur selama 2 tahun dengan cicilan bulanan Rp1 juta, maka harga jualnya harus diketahui secara pasti, yaitu Rp24 juta. Selain itu, jika terdapat uang muka sebelum angsuran dimulai, misalnya Rp3 juta, maka total harga menjadi Rp27 juta. Skema seperti ini juga diperbolehkan asalkan tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.
Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran atau default, lembaga keuangan syariah dapat memberlakukan denda sebagai sanksi, namun denda ini tidak boleh dijadikan sebagai sumber pendapatan melainkan untuk kepentingan sosial. Penyitaan barang juga dibolehkan dalam kondisi tertentu, namun harus dilakukan dengan adil dan sesuai prosedur syariah. Pembeli juga berhak mendapatkan ganti rugi jika barang disita sebelum lunas sesuai dengan persentase kepemilikan yang sudah diakumulasi.
Dengan demikian, hukum kredit motor melalui leasing dalam perspektif Islam dapat diterima selama tidak melanggar prinsip-prinsip syariah seperti larangan riba, judi, atau kecurangan. Perbedaan harga antara tunai dan kredit bukanlah masalah selama transaksi dilakukan dengan jelas dan tidak merugikan pihak-pihak yang terlibat. Semua ini bertujuan untuk menciptakan transaksi ekonomi yang adil dan berkeadilan sesuai dengan ajaran Islam.
Semoga penjelasan ini dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai hukum kredit motor pada leasing dalam konteks syariah Islam. Wassalamualaikum wr wb.