Pakaian berlafal tauhid belakangan ini semakin populer di tengah masyarakat. Pemandangan orang-orang mengenakan pakaian dengan kalimat tauhid di jalan-jalan menjadi hal yang biasa. Namun, perlu adanya pemahaman yang lebih mendalam terkait penggunaan pakaian berlafal tauhid ini.
Mengutip keputusan Muktamar Ke-25 NU di Surabaya pada tahun 1971, pembahasan mengenai pembuatan sajadah dengan kalimat tauhid menjadi sorotan. Para kiai peserta muktamar pada saat itu menyimpulkan bahwa membuat atau menjual sajadah dengan tulisan kalimat tauhid tidak dapat dibenarkan karena dapat dianggap sebagai penghinaan terhadap kalimat-kalimat suci.
Para ulama juga telah membahas masalah ini, dimana mereka menekankan perlunya menghormati kalimat tauhid dan kalimat-kalimat suci lainnya. Sebagian ulama memandang bahwa menelan benda yang mengandung tulisan Al-Qur’an tidak diperbolehkan karena dapat dianggap sebagai perbuatan yang tidak pantas.
Adapun terkait dengan pakaian berlafal tauhid yang melekat pada tubuh dan mungkin terkena keringat atau tercampur dengan pakaian kotor lainnya, pandangan ulama telah memberikan arahan. Mereka berpendapat bahwa cairan seperti keringat di dalam tubuh tidak dianggap sebagai najis, namun ketika cairan tersebut berada di luar tubuh, maka dianggap sebagai benda kotor yang sebaiknya tidak melekat pada pakaian berlafal tauhid.
Dalam konteks ini, disarankan untuk menjauhi penggunaan pakaian atau benda-benda lain yang mengandung kalimat tauhid atau kalimat suci agar tetap menjaga kehormatan dari kalimat-kalimat tersebut. Semoga pemahaman ini dapat memberikan panduan yang baik bagi kita dalam menjalankan ajaran agama.
Kami selalu terbuka untuk menerima kritik dan saran demi kesempurnaan artikel-artikel kami. Terima kasih atas perhatiannya. Semoga bermanfaat.