Kopi luwak, biji kopi yang dikonsumsi luwak dan dikeluarkan melalui duburnya, telah lama menjadi perbincangan. Namun, apakah status hukum kopi luwak dalam pandangan fikih? Untuk menjawab hal ini, penting untuk mempertimbangkan status hukum biji kopi luwak itu sendiri.
Menurut pandangan ulama dari Madzhab Syafi‘i, jika binatang memakan biji dan biji tersebut keluar utuh dari tubuhnya, maka biji tersebut dianggap suci namun perlu dicuci bagian luarnya karena bersentuhan dengan najis. Pandangan ini didasarkan pada keyakinan bahwa jika kekerasan biji masih terjaga dan bisa tumbuh jika ditanam kembali, maka biji tersebut dianggap suci.
Rasionalisasi argumentasi menguatkan pandangan ini, bahwa meskipun biji merupakan makanan binatang, bagian dalamnya tetap utuh. Sebaliknya, jika kekerasan biji hilang sehingga tidak dapat tumbuh jika ditanam kembali, biji tersebut dianggap najis.
Dalam konteks ini, meskipun luwak mengonsumsi biji kopi sebelum dikeluarkan kembali, asalkan biji tersebut masih utuh dan kekerasannya terjaga, maka biji kopi luwak dianggap suci yang terkena najis pada bagian luarnya. Hal ini sejalan dengan prinsip fikih yang menegaskan bahwa bagian dalam yang suci dapat disucikan dengan membersihkan bagian luar yang terkena najis.
Demikianlah gambaran mengenai status hukum kopi luwak dalam perspektif fikih. Diskusi ini membuka ruang bagi pemahaman lebih lanjut tentang hal ini. Kritik dan saran selalu kami terima untuk penyempurnaan informasi yang disampaikan.