Semahyang tasbih merupakan salah satu amalan yang dianjurkan dalam agama Islam. Amalan ini disarankan minimal dilakukan sekali seumur hidup. Dalam semahyang tasbih, terdapat momen-momen tertentu di mana kita diwajibkan untuk membaca tasbih dengan jumlah tertentu, seperti sebelum ruku’, saat ruku’, saat itidal, dan saat sujud.
Namun, seringkali kita bisa lupa atau ragu dalam membaca tasbih pada tempat-tempat tertentu yang telah ditentukan. Hal ini adalah hal yang manusiawi. Untuk kasus-kasus seperti ini, para ulama memberikan arahan teknis agar kita dapat menyelesaikan kekurangan dalam membaca tasbih.
Menurut penjelasan dalam Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib dan Tuhfatul Habib ala Syarhil Khatib karya Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, jika seseorang ragu mengenai jumlah tasbih yang dibacanya, maka dia harus menetapkan angka pasti yang diyakininya. Jika seseorang lupa membaca tasbih sebelum atau saat ruku’, maka tidak perlu mengulangnya saat itidal. Tasbih yang tertinggal sebelum atau saat ruku’ tidak perlu diqadha saat itidal.
Selain itu, Sayid Bakri bin Sayid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi juga menegaskan bahwa jika seseorang meninggalkan sebagian atau seluruh bacaan tasbih dan tidak menyempurnakannya, shalat tasbihnya tetap sah. Jika seseorang hanya meninggalkan sebagian tasbih, maka shalatnya dianggap sebagai shalat sunah tasbih. Namun, jika seseorang meninggalkan seluruh bacaan tasbih, maka shalatnya hanya mendapat pahala shalat sunah biasa.
Dengan demikian, dalam kasus kekurangan dalam membaca tasbih ketika berdiri, disarankan untuk menyempurnakan kekurangan tersebut pada saat sujud. Meskipun terdapat kekurangan dalam membaca tasbih, semahyang tasbih tetap sah dan diterima oleh Allah SWT.
Semoga penjelasan singkat ini dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai penyelesaian kekurangan dalam membaca tasbih. Tetaplah terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.