Pada bulan Januari lalu, istri saya telah melahirkan putra pertama kami. Sebagai seorang ibu yang masih aktif menyusui, ia memiliki kewajiban untuk terus memberikan ASI hingga bayi mencapai usia 6 bulan. Namun, seringkali kondisi ini membuatnya kesulitan dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
Pertanyaan muncul ketika istri saya memiliki utang puasa dari tahun sebelumnya dan Ramadhan sebentar lagi akan tiba. Bagaimana sebaiknya cara untuk membayar puasa tahun sebelumnya? Apakah bisa diqadha di tahun berikutnya karena kondisi menyusui yang membuatnya kesulitan berpuasa, ataukah lebih baik membayar fidyah sebagai gantinya?
Menurut ajaran Al-Qur’an, kewajiban untuk mengqadha puasa Ramadhan sangat jelas disampaikan. Hukum tidak berpuasa dan mengqadha puasa tergantung pada motif di balik ketidakpuasan tersebut. Terdapat tiga kondisi umum yang dapat menjadi alasan seseorang untuk tidak berpuasa.
Jika istri masih mampu untuk berpuasa tanpa mengkhawatirkan kondisi kesehatannya atau bayinya, maka wajib baginya untuk mengqadha puasa sebelum Ramadhan tahun berikutnya tiba. Namun, jika kondisinya memang tidak memungkinkan untuk berpuasa dan terus-menerus mengalami kesulitan, maka boleh untuk menunda qadha puasa hingga kondisinya memungkinkan.
Apabila istri menunda qadha puasanya hingga masuknya bulan Ramadhan berikutnya tanpa alasan yang jelas, selain wajib mengqadha, ia juga harus membayar kafarat sebagai kompensasi. Kafarat ini setara dengan memberikan satu mud makanan pokok kepada fakir miskin untuk setiap hari puasa yang ditundanya.
Dengan demikian, penting untuk segera melaksanakan qadha puasa jika kondisi memungkinkan, terutama jika diketahui bahwa tidak akan ada kesempatan untuk mengqadha puasa di kemudian hari. Selain sebagai kewajiban agama, menjalankan ibadah puasa dengan penuh keikhlasan juga merupakan bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Semoga kita semua diberikan kemudahan dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Aamiin.