Perdagangan aset kripto dalam mekanisme bursa menjadi topik polemik yang hangat diperbincangkan. Aset kripto masih menuai kontroversi dari berbagai sudut pandang, terutama dalam kaitannya dengan hukum produksi dan ekonomi syariah.
Para penambang cryptocurrency sering kali memandang kripto sebagai aset digital. Namun, apakah kripto benar-benar dapat dikategorikan sebagai aset? Pertanyaan ini menjadi penting mengingat kompleksitas yang terkait dengan cryptocurrency.
Kekuatan Proof of Work, teknologi Hash, dan pengenkripsian dianggap sebagai faktor utama yang mendukung status cryptocurrency sebagai aset. Namun, apakah hal ini sudah memenuhi kriteria hukum produksi? Pertanyaan ini menjadi semakin relevan dalam konteks ekonomi syariah.
Dalam perspektif ekonomi Islam, ada perbedaan antara fisik indrawi dan nonindrawi. Fisik indrawi adalah materi yang bisa dirasakan secara fisik, sementara fisik nonindrawi tidak memiliki dimensi fisik yang jelas. Bagaimana hukum produksi cryptocurrency jika dilihat dari perspektif ini?
Salah satu kritik terhadap perdagangan cryptocurrency adalah terkait dengan hubungan antara penambang dan platform. Penambang cryptocurrency seringkali harus membayar sejumlah uang untuk proses validasi transaksi, yang seharusnya menjadi tanggung jawab platform. Ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dalam pembagian hasil kerja.
Selain itu, kerja penambangan cryptocurrency juga dipertanyakan nilainya dalam ekonomi syariah. Apakah produk yang dihasilkan oleh penambang cryptocurrency dapat dikategorikan sebagai produk yang memiliki nilai guna? Atau justru lebih tepat disebut sebagai produk programmable yang hanya memiliki nilai setelah diolah oleh platform?
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, muncul kesimpulan bahwa perdagangan aset kripto dapat menimbulkan masalah dalam konteks ekonomi syariah. Aset kripto lebih cenderung menjadi instrumen spekulasi daripada aset yang bernilai secara intrinsik.
Dari sudut pandang ekonomi syariah, perdagangan aset kripto dapat dikategorikan sebagai praktik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Oleh karena itu, penolakan terhadap perdagangan kripto menjadi pilihan yang lebih tepat dalam konteks ekonomi yang berlandaskan pada prinsip keadilan dan keberlanjutan.