Dalam kitab al-Muwatha’ Imam Malik, hadits nomor 1359 mengungkap larangan jual beli hablu al-hablah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Praktik jual beli ini, yang berasal dari masyarakat Jahiliyah, melibatkan penjualan unta yang masih dalam kandungan. Larangan terhadap jual beli semacam ini memiliki beberapa alasan yang mendasar.
Pertama, jual beli janin dalam kandungan dianggap terlarang karena ketidakjelasan sifat dan karakternya, termasuk spekulatif (maisir) yang terkait dengan perjudian. Al-Qur’an melarang praktik seperti ini untuk mencegah orang terjerumus dalam dosa dan kemaksiatan.
Kedua, larangan ini juga berkaitan dengan penafsiran terhadap ayat Al-Qur’an yang melarang judi dan undian nasib. Spekulasi dan menganggap enteng segala hal cenderung membawa pada perbuatan dosa dan kemaksiatan.
Ketiga, unsur gharar (penipuan) menjadi alasan lain di balik larangan jual beli hablu al-hablah. Harga hewan dalam kandungan cenderung lebih rendah karena penundaan penyerahan barang, menciptakan kondisi mirip jual beli dengan unsur penipuan.
Praktik seperti hablu al-hablah juga mencerminkan pola investasi modern yang berisiko tinggi, di mana janji bonus besar seringkali tidak terpenuhi. Money game atau investasi semacam ini dilarang dalam Islam karena mengandung unsur spekulasi, ketidakjelasan, dan fokus utama pada bonus yang tidak pasti.
Dengan demikian, larangan jual beli hablu al-hablah menjadi bagian dari upaya Islam untuk melindungi umatnya dari praktik ekonomi yang merugikan dan bertentangan dengan prinsip keadilan dan kebenaran.