Dalam hukum fiqih syariah, konsep jaminan atau dlammân memiliki peran penting dalam setiap akad transaksi yang melibatkan dua pihak. Dalam konteks transaksi jual beli, jaminan diperlukan untuk memastikan barang yang diperdagangkan dapat sampai kepada pembeli dalam kondisi yang sesuai dengan yang dilihat saat akad dilakukan.
Hadits yang disampaikan oleh Baginda Rasulullah shallallaâhu ‘alaihi wasallam mengenai larangan transaksi utang dan jual beli, serta dua syarat dalam satu jual beli, menegaskan pentingnya jaminan dalam transaksi. Jual beli barang yang belum ada di sisi penjual, atau belum bisa dijamin kehadirannya, dianggap tidak sah dalam perspektif fiqih.
Namun, pemahaman tersebut tidak selalu mutlak benar. Perbedaan antara “sesuatu yang belum bisa dijamin” dan “sesuatu yang belum ada di sisi” perlu dicermati. Konsep “jaminan kepastian” memungkinkan barang yang pada awalnya bersifat gaib dapat dijamin kehadirannya di sisi penjual. Perspektif ini diakui sah dalam mazhab Syafi’i ketika bertransaksi dengan barang yang belum bisa dilihat namun dapat disifati.
Dalam konteks akad transaksi barang yang masih ghaib, penjual diharapkan untuk menjamin kualitas barang sesuai dengan spesifikasi yang ditawarkan. Selain itu, risiko pembatalan akad dapat terjadi jika barang yang diterima tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Dengan adanya jaminan tersebut, transaksi bisa berjalan dengan adil dan sesuai dengan prinsip fiqih syariah.
Dalam definisi dlammân menurut al-Ghazâli, terdapat tiga aspek penting, yaitu kemungkinan barang diretur jika tidak sesuai, kewajiban penjamin untuk menyediakan barang sesuai spesifikasi, dan pengembalian harga jika terjadi pembatalan transaksi. Dengan adanya jaminan seperti ini, praktik transaksi yang melibatkan barang ghaib antara produsen dan pembeli pertama menjadi lebih terstruktur.
Dalam konteks transaksi yang melibatkan barang ghaib, prinsip jaminan menjadi kunci utama untuk menjaga keadilan dan keabsahan transaksi menurut hukum fiqih syariah. Dengan memahami konsep jaminan ini, diharapkan transaksi dapat dilakukan dengan penuh integritas dan kehati-hatian sesuai dengan ajaran agama.