Pada tulisan ini, kita akan membahas aspek-aspek penting mengenai asuransi syariah, terutama mengenai perbedaan pendapat dalam mengharamkan dan membolehkannya. Asuransi syariah diadakan dengan tujuan sistematisasi ta’âwun (saling tolong menolong) dan tabarru’ (berbuat kebaikan semata karena Allah subhanahu wata’ala). Iuran (premi) dibayarkan secara rutin kepada pihak yang diamanahi untuk dikumpulkan.
Dalam perspektif fiqih, kedudukan masing-masing pihak yang terlibat dalam asuransi dapat diperinci sebagai berikut:
- Peserta anggota asuransi adalah orang yang mewakilkan dirinya.
- Pihak yang mengadministrasikan merupakan wâkil dari anggota.
- Sebagai wâkil, pihak tersebut berhak mendapatkan upah yang disebut sebagai wakâlah bi al-ujrah.
Permasalahan muncul mengenai kepemilikan harta yang diserahkan oleh anggota. Ada dua pandangan terkait hal ini:
- Harta milik lembaga asuransi.
- Harta milik bersama.
Dalam konteks harta yang diserahkan sebagai milik lembaga asuransi, terdapat perubahan hukum pada status penyerahan hartanya. Harta tersebut dapat dianggap sebagai ‘iwadl (taruhan) atau al-maksi (pungutan liar). Fuqaha’ pun menghadirkan pertanyaan terkait beban kerja perusahaan asuransi serta status uang santunan yang diberikan kepada peserta.
Beberapa fuqaha’ mengharamkan asuransi dengan alasan seperti transaksi judi, riba, ketidakjelasan akad, dan ketidakpastian pengembalian premi. Di sisi lain, ada fuqaha’ yang membolehkan asuransi dengan dasar adanya Undang-Undang yang mengatur asuransi, saling ridla antara peserta dan perusahaan, analogi akad bagi hasil, serta kewajiban kafâlah yang dilakukan oleh perusahaan.
Dengan adanya perbedaan pendapat ini, status uang yang diterima peserta juga menjadi perdebatan. Bagi yang mengharamkan asuransi, uang tersebut dianggap hasil taghlib atau riba qardl. Sementara bagi yang membolehkan, uang tersebut dianggap sebagai dana hibah akibat kafâlah perusahaan.
Penting untuk memahami kaidah-kaidah asuransi syariah dengan premi yang berstatus milik perusahaan. Hal ini menunjukkan kompleksitas dalam pandangan fuqaha’ terkait hukum asuransi syariah.