Tradisi mayoran, yang dikenal sebagai kegiatan makan bersama dalam satu wadah besar, telah menjadi bagian penting dalam budaya santri di pesantren. Mayoran dilakukan dengan menyajikan makanan dalam satu nampan atau tapsi sebagai piring besarnya. Tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai ekspresi rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan serta untuk merayakan keberhasilan, seperti menyelesaikan pengajian kitab, khatam Al-Qur’an, atau lulus ujian kitab.
Konsep makan bersama dalam satu nampan tidak hanya terdapat di pesantren, tetapi juga hidup dalam masyarakat Arab. Bahkan beberapa restoran Arab menyediakan hidangan dengan model nampanan seperti ini, dengan menu khas Arab seperti nasi kebuli kambing atau nasi mandhi.
Tradisi makan bersama dalam satu nampan juga memiliki dasar ajaran dari Rasulullah. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, disebutkan bahwa Rasulullah menganjurkan untuk makan bersama-sama agar mendapatkan berkah dari Allah. Rasulullah sendiri tidak pernah makan sendirian, dan beliau pernah bersabda bahwa sebaik-baik makanan adalah yang dimakan oleh banyak tangan.
Makan bersama dalam satu nampan bukan hanya sekadar kegiatan santap bersama, tetapi juga mengandung nilai-nilai sosial yang tinggi. Hal ini membangun karakter kebersamaan dan egaliterian di pesantren, di mana semua orang, tanpa memandang status atau jabatan, dapat menikmati hidangan secara merata. Tradisi ini juga menjadi sarana untuk menghindarkan sifat kikir dan bakhil serta mempererat kerukunan antar individu.
Di beberapa daerah, tradisi mayoran selalu dilaksanakan dalam rangka memperingati hari-hari besar Islam, seperti setelah acara membaca maulid atau shalat id. Hal ini menjadi momentum untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai gotong-royong serta kebersamaan di tengah-tengah masyarakat Islam. Tradisi mayoran terus dipertahankan sebagai warisan budaya yang berharga, mengingat pentingnya keberkahan dalam berbagi dan makan bersama dalam satu nampan.