Musim haji akan segera tiba, di mana beberapa saudara kita yang memenuhi syarat akan berangkat ke tanah suci untuk menunaikan rukun kelima Islam. Sebelum berangkat haji, tradisi selamatan atau tasyakuran biasanya dilakukan. Tradisi ini telah menjadi bagian dari budaya di Nusantara, dikenal dengan berbagai nama di berbagai daerah. Secara umum, tradisi ini disebut sebagai walimah safar.
Meskipun istilah walimah safar jarang ditemukan dalam literatur fikih, konsep yang mirip adalah naqi’ah, yang biasanya dilakukan untuk menyambut kedatangan musafir, terutama para haji yang baru pulang dari perjalanan jauh. Al-Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab menyatakan bahwa mengadakan naqi’ah disunahkan untuk menyambut musafir.
Selamatan sebelum berangkat haji memiliki hukum yang dapat disamakan dengan naqi’ah. Acara selamatan ini tidak melenceng dari ajaran Islam, melibatkan silaturahmi, sedekah, doa, membaca Al-Qur’an, dan aktivitas lainnya. Meskipun istilah walimah safar jarang disebut dalam literatur hadits maupun fikih, keberadaannya tidak dianggap sebagai hal yang tidak benar atau bid’ah tercela.
Menurut Madzhab Syafi’i, tradisi walimah tidak hanya terkait dengan pesta pernikahan, tetapi juga bisa dilakukan dalam berbagai kesempatan yang membahagiakan lainnya seperti saat bangun rumah, khitan, pulang dari perjalanan, dan sebagainya.
Tradisi walimah safar yang dilakukan masyarakat Nusantara adalah wujud dari berbagi nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Selain menjadi ajang silaturahmi dan sedekah, selamatan ini juga merupakan bentuk rasa syukur atas kesempatan untuk menjalani ibadah haji.
Dengan demikian, tradisi selamatan sebelum berangkat haji dapat dianggap sebagai momen penting untuk berbagi kebahagiaan dan memperkuat hubungan sesama umat. Semoga tradisi ini tetap dilestarikan dan menjadi bagian yang berharga dalam kehidupan umat Islam di Indonesia.