Siklus bulanan perempuan tidak hanya memengaruhi aspek hormonal, tetapi juga berimplikasi pada kewajiban ibadah, terutama dalam konteks puasa dan shalat. Selama haid, kewajiban puasa menjadi tidak wajib, dan shalat lima waktu juga tidak perlu dilaksanakan. Namun, ada kewajiban tertentu yang harus diqadha setelah periode haid berakhir, seperti puasa, sedangkan shalat tidak perlu diqadha.
Puasa dianggap sebagai ibadah yang wajib diqadha karena pelaksanaannya yang mudah dilakukan setelah haid selesai, mengingat puasa fardhu hanya terjadi sekali dalam setahun selama satu bulan. Sebaliknya, shalat yang ditinggalkan selama haid tidak diwajibkan untuk diganti. Hal ini karena shalat dilakukan lima kali dalam sehari, dan mengqadhanya dapat menjadi beban bagi wanita yang sedang haid.
Dalam hal ini, terdapat hadits dari Nabi Muhammad SAW yang diceritakan oleh Sahabat Mu’adzah. Seorang wanita bertanya kepada Sayyidah Aisyah RA mengenai kewajiban wanita haid untuk mengqadha shalat. Sayyidah Aisyah menjelaskan bahwa selama masa Rasulullah SAW, wanita yang haid tidak diminta untuk mengqadha shalat.
Meskipun secara umum shalat tidak perlu diqadha, ada beberapa kondisi di mana kewajiban tersebut tetap berlaku. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud menyatakan bahwa jika seorang wanita haid suci sebelum tenggelam matahari, ia berkewajiban untuk melaksanakan shalat Dhuhur dan Ashar. Jika suci sebelum fajar, ia wajib melaksanakan shalat Maghrib dan Isya.
Para ulama fiqih menyatakan bahwa kewajiban qadha shalat bagi orang yang baru mulai haid hanya berlaku saat ada kemungkinan untuk melaksanakan shalat. Jika seorang wanita mengalami haid setelah masuk waktu shalat yang cukup, maka ia wajib mengqadhanya setelah darah berhenti.
Dalam kasus wanita yang sering berhadas, waktu minimal yang diperlukan adalah waktu yang dapat digunakan untuk shalat dan bersuci. Ketika haid berakhir, jika masih ada waktu tersisa yang cukup untuk sekadar membaca takbiratul ihram atau lebih, maka ia diwajibkan untuk mengqadha shalat tersebut.
Selain itu, jika seorang wanita bersuci pada waktu yang memungkinkan untuk menjama’ shalat dengan shalat sebelumnya, ia juga diwajibkan untuk mengqadha shalat sebelumnya. Misalnya, jika ia dapat melaksanakan shalat Dhuhur bersamaan dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya.
Dengan memahami ketentuan ini, diharapkan setiap wanita dapat melaksanakan ibadahnya dengan baik meskipun dalam kondisi haid.