- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Fenomena Dosa bagi Salik

4 months ago

4 min read

Mengapa setelah kita (terutama para pemuda) masuk tarekat (terutama setelah mengikuti suluk), terasa sangat sulit untuk melakukan dosa, meskipun keinginan itu ada? Dan saat kita memaksakan diri untuk tetap melakukan maksiat, mengapa begitu banyak hambatan yang muncul dan sulit untuk menikmatinya, dan alam semesta pun seolah-olah menghalang-halangi, serta hadir perasaan bahwa Tuhan Semesta Alam sedang mengawasi?

Secara singkat, hal ini menunjukkan kebenaran bahwa dosa diciptakan oleh Allah agar manusia kembali bertobat kepada-Nya. Ketika kita berusaha untuk berbuat dosa, bukan berarti kita melawan takdir Allah, melainkan Allah sengaja memberikan rintangan agar kita merasakan kesulitan. Rintangan tersebut bertujuan untuk membuat nafsu kita lelah, letih, dan jenuh melakukan dosa. Mungkin inilah yang disebut dengan takhalli, di mana seorang salik (individu yang menjalani tarekat) seolah melihat Allah melemahkan nafsunya yang buruk secara langsung, maka ia semakin mengenal-Nya dengan perbuatan-Nya dan sifat-Nya. Mungkin inilah yang terjadi pada beberapa pemuda dan mungkin beberapa pemuda lainnya ada yang dicabut sifat buruknya dengan bermujahadah, misalnya menuntut ilmu dan melakukan amal shaleh, tanpa tersandung maksiat lahir ataupun batin terlebih dahulu, Allah Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana.

Dengan demikian, adalah benar bahwa ada orang-orang yang taat namun jauh dari Allah (merasa berkuasa atas ketaatan mereka secara mandiri; sombong), dan ada pendosa yang justru semakin dekat (mengenal) Allah Ta’ala melalui dosa mereka. Akhirnya kita sadar, begitu banyak dosa yang kita lakukan setiap hari, dari yang jelas hingga yang samar (yang paling sulit diketahui), yang bahkan kita lakukan dengan susah payah, seperti berusaha menunjukkan berbagai amal shaleh agar dipandang manusia, berusaha tenar karena cinta dunia, berusaha mencari dalil untuk membela kesalahan, berusaha menutup diri dari kebenaran, berusaha melarikan diri dari mengenal Allah Ta’ala dengan berbagai distraksi dan lain sebagainya — yang semoga Allah buat kita bosan dari bermaksiat, dan semoga dengan kelembutan-Nya, kita segera kembali ke jalan nikmat, yakni jalan yang diridhai Allah Ta’ala.

Maka janganlah kita berputus asa, bertobatlah, walaupun berjuta-juta kali kita melakukan dosa yang sama setiap harinya, jangan pernah merasa bosan bertaubat, tetaplah kembali kepada Allah Ta’ala. Semoga Allah Ta’ala Yang Maha Karim, Yang Rahman dan Rahim, berkenan menghancurkan semua sifat buruk yang hina dari diri kita, serta membentuk karakter kita dengan sifat-sifat baik yang mulia, sehingga kita dapat mengenal-Nya melalui diri-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Semoga bermanfaat.

Dialog Jin Dengan Sufi
Pertanyaan Ke-6

“Mengapa Jasad Tidak Bisa Melihat Ruh?”

Mereka juga bertanya kepadaku, “Kenapa jasad tidak bisa melihat ruh, padahal jasad ada pada ruh, dan ruh lebih dekat dengan jasad daripada segala sesuatu yg lain?”

Aku menjawab, “Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah seperti jawaban terhadap pertanyaan mereka: Mengapa makhluk tidak bisa menjangkau pencipta mereka di dalam kehidupan dunia ini dan tidak bisa melihat-Nya, padahal Dia lebih dekat kepada mereka daripada urat nadi. Itulah yg di isyaratkan oleh hadits:

“Siapa pun yg mengenal dirinya, ia pasti mengenal Tuhannya.”

Masalah ini tidak akan bisa dijawab, kecuali oleh cahaya kasyaf dan syuhud. Sementara ungkapan tidak akan bisa menyusunnya sama sekali, Namun, Allah adalah Dzat Yang Lebih Mengetahui.

Mengenai hal itu, mereka melantunkan syair,

Bagaimana mungkin cahaya bisa terlihat oleh bayangan, sementara cahaya itu ada padanya. Sungguh ia berada di alam raya secara dzat ketika ia bertajalli.
Ruh adalah bayangan, sementara materi jasad memperlihatkannya melalui cahaya dzat yg ia lihat ketika dzat itu bertajalli.
Tidak ada yg bisa mengetahui sesuatu yg telah kami katakan, kecuali seorang pemuda yg senantiasa berkhalwat. Pemuda itu melihatnya ketika ia ber-takhalli*.

Mereka juga melantunkan syair,

Jasad adalah bayangan dzat yg mempunyai ruh. Ia tidak akan mengetahuinya melalui ilmu yg dibentuk oleh nalar ataupun mata.
Jika dzat itu berhenti, maka bayangannya juga berhenti; dan jika ia berjalan, maka bayangannya juga berjalan. Jadi, dzatnya bukan bayangannya dan keberadaannya adalah yg lain.
Lebih mengherankan lagi adalah wujud yg tidak mempunyai wujud dan tidak akan pernah sirna. Jika sirna, maka kemanfaatan dan kesulitan juga pasti sirna. Inilah yg aku katakan, “Akal membawanya secara keseluruhan tanpa ada yg mengetahuinya selain matahari dan bulan.
Matahari adalah perempuan dan purnama lebih sempurna jika dilihat oleh mata nalar yg di sana ada seorang hakim laki².
Lalu di antara keduanya ada banyak berita, sementara keduanya bukan selain keduanya. Oleh karena itu, ambillah pelajaran jika engkau mengambil pelajaran.
Aku heran kepada Dzat Yang Esa yg pada Dzat-Nya terlihat berbilangan. Di sana ada alam raya dan banyak pelajaran.

Artinya, itu merupakan maqam hadirat yg tidak bisa di ungkapkan dengan kata². Namun, Allah adalah Dzat Yang Lebih Mengetahui.”

———

*Takhalli : Takhalli dalam tasawuf merujuk pada proses membersihkan diri dari sifat-sifat buruk, hawa nafsu, dan segala sesuatu yang dapat menghalangi seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam konteks ini, takhalli adalah langkah awal sebelum seseorang dapat mengisi dirinya dengan sifat-sifat baik atau akhlak yang mulia, yang dikenal sebagai tahalli.

———

Buku Dialog Sufi dan Jin: https://aldifajar.com/pustaka/11303/

———

“Merasa besarnya suatu dosa itu baik, jika menimbulkan rasa akan bertaubat dan niat untuk tidak mengulanginya untuk selama-lamanya. Tetapi jika merasa besarnya dosa itu akan menyebabkan putus dari rahmat Allah, merasa seakan-akan rahmat dan ampunan Allah tidak akan didapatnya, maka perasaan itu lebih berbahaya baginya dari dosa yg telah dilakukannya, sebab putus asa dari rahmat Allah itu dosa besar dan itu perasaan orang² kafir.”
— Sayyidi Syaikh Abdullah As-Syarqawi qs. (dalam syarah Al-Hikam)

———

“Aku lebih suka mendengarkan rintihan para pembuat dosa daripada gemuruh suara tasbih. Gemuruh tasbih hanya menyentuh Kebesaran-Ku, sedangkan rintihan para pendosa menyentuh Cinta Kasih-Ku.”

— Hadits Qudsi

Allahumma Inna-Ka Afuwwun Kariim tuhibbul afwa, fa’fuannii yaa Kariim.

———

Sayyidina Sahal ibn Abdullah ra. berkata, “Jika seorang hamba melakukan kebaikan, lalu ia berkata, “Tuhanku, dengan karunia-Mu aku beramal, Engkau yg membantuku dan memudahkannya”, berarti ia telah bersyukur kepada Allah atas karunia itu. Lalu, Allah pun akan menjawabnya, “Hamba-Ku, melainkan kau sendiri yg taat dan kaulah yg mendekati-Ku.”

Namun, jika seorang hamba hanya memandang dirinya sendiri, lalu bergumam, “Aku yg beramal, aku yg taat, dan aku yg mendekat”, maka Allah akan berpaling darinya. Dia akan berkata kepadanya, “Hamba-Ku, Akulah yg membimbingmu, Aku pula yg membantumu, dan Aku yg memudahkan jalanmu.”

Sekiranya hamba melakukan keburukan, lalu berkata, “Tuhanku, Engkau yg mentakdirkannya, Engkau yg menetapkannya, dan Engkau pula yg memutuskannya”, maka Tuhan akan murka kepadanya. Dia akan berkata kepada hamba itu, “Justru kau yg telah berbuat buruk. Kau bodoh dan kau durhaka.”

Sekiranya hamba itu berkata, “Tuhanku, aku telah berlaku zalim, bodoh, dan buruk.” Tuhan pun akan mendatanginya dan berkata, “Hamba-Ku, Akulah yg memutuskannya, Aku yg menetapkannya, dan kau pun telah Ku-ampuni, Aku maafkan, dan Kututupi aibmu.”

— Kutipan Sayyidina Sahal ibn Abdullah ra. dalam kitab Al-Hikam (https://aldifajar.com/pustaka/11311)

Bagikan postingan ini

Copy Title and Content
Content has been copied.

Baca lebih lanjut

Postingan Terkait

Temukan koleksi postingan blog yang penuh wawasan dan menarik.

Lihatlah Burung-Burung Itu!

78. “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.”

Catatan

Mustahil Bersyukur

Mustahil bisa mensyukuri apabila belum pernah menikmati. Mustahil bisa menikmati apabila belum pernah menyadari. Mustahil bisa menyadari apabila belum terbuka mata hati. Bersyukurlah hari ini,

Catatan

Perbedaan antara Ridha dan Ikhlas

Perbedaan antara ridha dan ikhlas terletak pada makna, fokus, dan konteks penggunaannya dalam kerangka ajaran Islam. Berikut penjelasannya: 1. Ridha Ridha (رِضَى) secara harfiah berarti

Catatan

February 5

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?