Rebonding rambut, atau proses meluruskan rambut, telah menjadi salah satu metode populer untuk mengubah tatanan rambut keriting menjadi lurus dan rapi. Meskipun banyak diminati karena kemampuannya meningkatkan penampilan dan percaya diri, hukum rebonding rambut dalam Islam menimbulkan perdebatan di kalangan ulama.
Mayoritas ulama sepakat bahwa rebonding rambut tidak diperbolehkan dalam Islam. Alasannya adalah karena tindakan ini dianggap sebagai bentuk tadlis (menipu) dan termasuk dalam kategori taghyiru al-khalqi (merubah ciptaan Allah).
Imam Ibnu Hajar al-Haitami dan ulama Maliki seperti Syekh Fadhil asy-Syabihi, menegaskan larangan ini berdasarkan hadits Nabi yang melarang perubahan pada ciptaan Allah. Hadits tersebut juga mencakup larangan terhadap tindakan seperti menyambung rambut, mencabut bulu alis, dan membuat tato untuk tujuan kecantikan.
Meskipun mayoritas ulama menolak rebonding rambut, terdapat pendapat yang memperbolehkannya jika perubahan tersebut bersifat sementara dan tidak permanen. Bagi sebagian ulama, seperti kelompok mazhab Malik, rebonding yang tidak bersifat permanen dapat diterima.
Dengan demikian, hukum rebonding rambut dalam Islam menjadi kompleks karena perbedaan pendapat di antara ulama. Bagi yang menganggap perubahan sementara diperbolehkan, rebonding rambut dapat dianggap halal. Namun, bagi yang melihatnya sebagai merubah ciptaan Allah, rebonding tetap dianggap tidak diperbolehkan.
Penting untuk selalu merujuk pada pendapat ulama terkemuka dan mempertimbangkan konsekuensi hukum dalam menjalani praktik kecantikan seperti rebonding rambut. Semoga artikel ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perspektif Islam terkait rebonding rambut.