Pada Munas Alim Ulama 2019 di Banjar Patroman, Jawa Barat, Jam’iyyah Nahdlatul Ulama telah mengambil keputusan yang signifikan mengenai status non muslim di Indonesia menurut hukum fiqih. Keputusan tersebut menyatakan bahwa non muslim di Indonesia sebaiknya tidak dikategorikan sebagai salah satu dari empat kategori kafir yang dikenal dalam mazhab Syafi’i, yaitu dzimmi, musta’man, mu’āhad, dan ḥarbi. Sebagai gantinya, Munas lebih memilih untuk menggunakan istilah muwathin atau warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang setara dengan warga negara lain.
Keputusan ini seakan menjadi koreksi terhadap beberapa keputusan forum Bahtsul Masail (BM) sebelumnya dalam lingkungan NU yang mengikuti kerangka kategori non muslim tersebut. Argumentasinya bermula dari status hukum negara Indonesia sebagai Darul Islam. Dari sinilah, muncul pemikiran bahwa non muslim di Indonesia tidak sepenuhnya memenuhi syarat-syarat sebagai dzimmi, musta’man, atau mu’āhad. Oleh karena itu, mereka seringkali diberi status ḥarbi.
Beberapa hasil keputusan forum BM bahkan mengutip fatwa Syaikh Ismail Zain Al-Yamani yang menegaskan bahwa non muslim di beberapa negara termasuk Indonesia, bukanlah dzimmi, mu’ahad, atau musta’man, melainkan ḥarbi secara tegas. Namun demikian, sikap terhadap mereka haruslah mempertimbangkan prinsip “menolak kerusakan harus didahulukan dari pada menarik kemaslahatan.”
Perbedaan pendapat antara fatwa Syaikh Ismail Zain Al-Yamani dan keputusan Munas Alim Ulama 2019 terletak pada penggunaan konsep empat kategori dalam menentukan status non muslim. Munas Alim Ulama lebih fokus pada realitas warga non muslim di Indonesia sebagai obyek hukum dan tidak mengikuti definisi kategori kafir tersebut.
Ini menunjukkan bahwa perbedaan pandangan bukanlah pada konsep fiqih itu sendiri, tetapi pada penerapan konsep fiqih terhadap obyek hukum tertentu. Analoginya seperti perbedaan pendapat tentang hukum belut; yang pada akhirnya membutuhkan penelitian yang akurat untuk mendapatkan pemahaman yang lebih tepat dan mendalam.
Dengan demikian, refleksi atas keputusan Munas Alim Ulama 2019 memberikan pemahaman yang lebih luas tentang bagaimana konsep fiqih dapat diterapkan dalam konteks sosial dan hukum yang beragam. Semoga melalui refleksi ini, kita dapat memperdalam pengertian dan pengetahuan kita tentang hukum fiqih dalam kehidupan sehari-hari.