Beberapa bulan terakhir, pesantren di Indonesia tengah diramaikan oleh berita negatif. Mulai dari kasus pelecehan seksual yang melibatkan tokoh ternama hingga kasus kekerasan yang mengakibatkan kematian seorang santri. Sebagai respons, Kementerian Agama Republik Indonesia memberlakukan sanksi administratif dengan mencabut izin operasional (IJOP) beberapa pesantren yang terlibat dalam kasus-kasus tersebut.
Salah satu contoh kasus yang menarik perhatian adalah kasus Pesantren Shidiqiyah Jombang Jawa Timur. Awalnya, IJOP pesantren ini dicabut oleh Kemenag, namun kemudian izin operasionalnya dipulihkan setelah beberapa hari. Masyarakat pun terbagi dalam pandangan terkait pencabutan IJOP ini.
Menanggapi hal ini, Keputusan Bahtsul Masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren se-Jawa Madura (FMPP) ke-37 mengeluarkan pandangan terkait pencabutan IJOP pesantren. Menurut keputusan tersebut, pemerintah dapat mencabut IJOP pesantren jika lembaga tersebut terbukti melakukan pelanggaran yang serius, seperti menghalangi proses hukum, mengajarkan kurikulum yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, atau tidak mampu menjaga keamanan santri.
Namun, penting untuk dicatat bahwa jika pelanggaran dilakukan oleh individu di dalam pesantren, pemerintah seharusnya tidak mencabut IJOP lembaga secara langsung. Meskipun demikian, proses hukum terhadap individu pelaku tetap harus ditegakkan.
Jika suatu pesantren yang telah dicabut IJOPnya kemudian memperbaiki diri dan kembali ke jalur yang benar, maka pemerintah wajib mengembalikan IJOP pesantren tersebut. Selain itu, pemerintah juga seharusnya mencabut IJOP pesantren yang mengajarkan ideologi radikalisme, terorisme, atau ekstremisme yang dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada sisi lain, hukum pihak keluarga yang menghalangi proses hukum dengan alasan menjaga nama baik juga harus diperhatikan. Hal ini tidak diperbolehkan karena dapat dianggap sebagai tindakan yang menghalangi pihak berwajib dalam melakukan penyelidikan dan melindungi pelaku kejahatan.
Dengan demikian, penting bagi semua pihak untuk mematuhi aturan dan prosedur yang berlaku dalam upaya menjaga keadilan dan keamanan bagi semua pihak yang terlibat dalam konteks hukum di pesantren. Semoga langkah-langkah ini dapat membawa dampak positif bagi kemajuan pendidikan agama di Indonesia.