Debat mengenai legalisasi ganja untuk kepentingan medis terus memanas dan memunculkan pro kontra di masyarakat. Forum Bahtsul Masail Pondok Pesantren se-Jawa Madura ke-37 yang digelar di Pondok Pesantren Al-Hamid Cilangkap Jakarta Timur pada September 2022, secara intensif membahas masalah ini.
Pihak yang mendukung legalisasi mengemukakan argumen bahwa ganja memiliki manfaat medis yang signifikan. Salah satunya adalah dalam pengobatan penyakit Celebral Palsy, di mana minyak ganja diklaim memberikan efek positif yang tidak dimiliki oleh obat konvensional. Dr. Widya Murni bahkan menyatakan bahwa penggunaan ganja dapat membantu mengurangi kejang pada penderita penyakit tersebut.
Namun, di sisi lain, pemerintah menolak legalisasi ganja untuk pengobatan dengan alasan belum adanya bukti klinis yang memadai, sulitnya pengawasan penggunaan ganja di Indonesia, serta status ganja sebagai narkotika golongan I. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Arianti Anaya, menegaskan bahwa penggunaan ganja untuk tujuan medis masih belum bisa dilakukan di Indonesia.
Meskipun terdapat pandangan yang beragam, pakar farmakologi Prof. Apt Zullies Ikawati dari Klinik UGM menekankan bahwa ganja mengandung komponen fitokimia aktif yang dapat digunakan dalam terapi. Namun, beliau juga menegaskan bahwa ganja bukanlah satu-satunya solusi dalam pengobatan berbagai penyakit, termasuk Celebral Palsy.
Dalam konteks perundang-undangan Indonesia, ganja masih dianggap sebagai narkotika golongan I yang dilarang untuk kepentingan pelayanan kesehatan berdasarkan Undang-Undang Narkotika No 35 tahun 2009. Oleh karena itu, meskipun terdapat bukti akan manfaatnya dalam beberapa kasus, legalisasi ganja untuk pengobatan masih menjadi perdebatan hangat dalam ranah kebijakan publik.
Keputusan Bahtsul Masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren se-Jawa Madura ke-37 menjadi salah satu panduan bagi masyarakat dalam memahami dan mengapresiasi kedalaman isu legalisasi ganja untuk kebutuhan medis. Dengan melibatkan berbagai pihak terkait, diharapkan penyelesaian masalah ini dapat mencerminkan kompromi yang mengakomodasi beragam perspektif demi kesejahteraan bersama.