Dalam beberapa daerah, terdapat kebiasaan untuk memasak darah bersama dengan masakan lain sebagai pelengkap dan penyedap. Namun, apakah kita diperbolehkan untuk memakan darah menurut ajaran agama Islam?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), darah yang dimasak disebut sebagai “marus”, yang merupakan darah (sapi, ayam, dst.) yang telah dikukus atau diolah dengan cara lain.
Dalam agama Islam, konsumsi atau pemakaian darah dilarang. Surat Al-Maidah ayat 3 menjelaskan bahwa darah termasuk dalam kategori makanan yang haram untuk dikonsumsi:
“حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ” (Al-Maidah ayat 3).
Ayat ini dengan tegas menyatakan larangan mengonsumsi darah, baik dalam keadaan mentah maupun setelah diolah melalui berbagai metode seperti merebus, menggoreng, atau memanggang.
Berbagai tafsir menjelaskan bahwa praktik menuangkan darah hewan ke dalam usus dan kemudian memakannya setelah dimasak merupakan kebiasaan yang diharamkan dalam Islam. Hikmah di balik penyembelihan hewan adalah untuk menjaga kesehatan manusia dengan memisahkan darah dari daging hewan karena darah mengandung kuman dan bakteri yang membahayakan.
Berdasarkan pemahaman ini, penting bagi umat Islam untuk mematuhi larangan mengonsumsi darah dan memahami hikmah di balik peraturan tersebut. Semoga informasi singkat ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai pandangan agama Islam terkait konsumsi darah dalam masakan.
Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari pembaca. Terima kasih atas perhatiannya.
Salam, Tim Redaksi