Dalam ajaran Islam, masalah jual beli emas dan uang kertas sering kali menimbulkan pertanyaan terkait hukumnya. Salah satu hadits yang menjadi pedoman adalah larangan untuk menukar emas dengan emas atau perak dengan perak kecuali dengan kesamaan bobot. Hal ini disebutkan dalam sebuah hadits yang menyatakan larangan tersebut.
Muktamar Ke-5 NU pada 1930 M di Pekalongan, Jawa Tengah, membahas kontroversi seputar praktik jual beli emas dengan uang kertas. Forum tersebut menyimpulkan bahwa jual beli dengan uang kertas dapat diterima karena uang kertas dianggap sebagai benda, sehingga tidak diwajibkan persamaan bobot seperti emas-perak.
Para kiai yang hadir dalam Muktamar Ke-5 NU mengutip Kitab Syamsul Isyraq karya Muhammad Ali Al-Maliki untuk menjelaskan pendapat mereka. Mereka menyatakan bahwa kemungkinan keberadaan uang kertas seperti fulus (uang logam) lebih diutamakan karena alasan kuat yang mendukung pandangan ini.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami argumen dan pandangan yang diberikan oleh para ulama terkait jual beli emas dan uang kertas dalam Islam. Meskipun terdapat perbedaan pendapat, namun keputusan Muktamar Ke-5 NU memberikan pemahaman bahwa praktik tersebut dapat diterima dalam syariat Islam.
Semoga tulisan singkat ini dapat memberikan pemahaman yang jelas terkait pandangan Islam tentang jual beli emas dan uang kertas. Kita selalu terbuka untuk menerima masukan dan kritik yang membangun dari pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, Wassalamu ’alaikum wr. wb.