Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita mendengar panggilan seperti “pak haji” atau “bu hajah” digunakan oleh pedagang di pasar untuk memanggil konsumen yang terlihat mengenakan peci putih atau kerudung. Namun, apakah pantas kita menggunakan panggilan tersebut kepada seseorang yang sebenarnya belum pernah menunaikan ibadah haji?
Menurut pandangan Syekh Ali Syibramalisi, penggunaan panggilan “haji” atau “hajah” sebaiknya dikaitkan dengan makna sesungguhnya dari ibadah haji. Jika panggilan tersebut diberikan kepada seseorang yang memang sudah menunaikan haji, maka tidak ada masalah. Namun, jika panggilan tersebut digunakan kepada seseorang yang belum pernah berhaji, hal ini dapat dianggap sebagai sebuah dusta.
Dalam konteks fiqih, panggilan “haji” atau “hajah” sebaiknya direservasi untuk orang-orang yang telah melaksanakan ibadah haji. Jika ingin menggunakan panggilan tersebut kepada seseorang yang belum berhaji, lebih baik dimaksudkan secara harfiah, bukan sebagai gelar atau sebutan yang berkaitan dengan ibadah haji.
Sebagai contoh, jika seorang pedagang memanggil pelanggannya “pak haji” karena mengenakan peci putih atau “bu hajah” karena mengenakan kerudung, sebaiknya pedagang tersebut bermaksud menggunakan kata “haji” secara harfiah, bukan dalam konteks ibadah haji.
Dalam hal ini, penting untuk memahami makna di balik penggunaan kata-kata dan sebutan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau bahkan kesan dusta terhadap orang lain. Semoga penjelasan singkat ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai masalah ini.
Tetaplah terbuka untuk menerima saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga kita senantiasa mendapatkan petunjuk dan keselamatan dalam menjalani kehidupan ini.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, Wassalamu ‘alaikum wr. wb.