Pada suatu kesempatan, kita akan membahas tentang makna taqiyyah menurut Aswaja Nahdlatul Ulama (NU). Istilah taqiyyah sering dikaitkan dengan ajaran Syiah Itsna ‘Asyariyah, namun perlu dipahami bahwa pandangan Aswaja memiliki perspektif yang berbeda terkait hal ini.
Taqiyyah dalam perspektif Aswaja adalah sebuah keringanan yang diberikan dalam situasi darurat. Hal ini bertujuan untuk menjaga diri dan bukan sebagai prinsip yang harus diterapkan secara kontinu. Dalam konteks ini, taqiyyah diperbolehkan untuk dilakukan secara lahir saja, tanpa mempengaruhi niat batin seseorang.
Berdasarkan ayat Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 28, terdapat larangan bagi orang beriman untuk menjadikan orang kafir sebagai pemimpin. Namun, terdapat pengecualian jika melakukan hal tersebut demi menjaga diri dari ancaman yang ditakuti.
Perbedaan mendasar antara pandangan Aswaja dan Syiah terletak pada penerapan taqiyyah terhadap siapa. Dalam Aswaja, taqiyyah umumnya diberlakukan terhadap orang-orang kafir, sementara dalam Syiah, taqiyyah dapat dilakukan terhadap sesama Muslim.
Dalam konteks kejujuran dan keadilan, Aswaja menekankan pentingnya berpijak pada prinsip kejujuran dan keadilan, bukan pada kedustaan dan kemunafikan. Taqiyyah menurut Aswaja merupakan pengecualian yang bersifat temporer dan harus diakhiri setelah kondisi darurat atau keterpaksaan tersebut hilang.
Dengan demikian, pemahaman mengenai taqiyyah menurut Aswaja Nahdlatul Ulama (NU) dapat memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana pandangan mereka terhadap konsep tersebut. Semoga penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal ini. Tetaplah terbuka untuk menerima masukan dan pemikiran dari berbagai pihak. Terima kasih.