Pertanyaan seputar kewajiban melaksanakan shalat Jumat bagi Muslim yang tinggal di negara mayoritas non-Muslim dengan jarak masjid yang jauh sering menjadi perhatian. Hal ini menjadi penting karena dalam ajaran Islam, shalat Jumat memiliki ketentuan khusus terkait jumlah jamaah dan status kependudukan.
Menurut pandangan kuat dalam mazhab Syafi’i, minimal jamaah yang sah untuk melaksanakan shalat Jumat adalah 40 orang muqim mustauthin. Jika ketentuan ini tidak terpenuhi, maka shalat Jumat dianggap tidak sah. Dalam kasus di mana jumlah jamaah tidak mencapai standar tersebut dan masjid terdekat berjarak sangat jauh, wajib bagi umat Islam untuk berjumatan di daerah tetangga yang memenuhi syarat tersebut. Namun, kewajiban ini hanya berlaku bagi orang yang mendengarkan azan Jumat dari daerah tetangga tersebut.
Jika jarak tempuh ke masjid terdekat melebihi kemampuan untuk mendengar azan, maka tidak diwajibkan untuk melaksanakan shalat Jumat menurut pandangan kuat dalam mazhab Syafi’i. Dalam hal ini, menjalankan shalat Dhuhr setelahnya menjadi tindakan yang dianjurkan.
Meskipun demikian, terdapat pandangan lain dalam mazhab Syafi’i yang memperbolehkan pelaksanaan shalat Jumat dengan jumlah jamaah kurang dari 40 orang. Meski pendapat ini dianggap lemah, namun telah didukung oleh beberapa ulama terkemuka. Selain itu, ada juga pandangan yang memperbolehkan orang muqim yang tidak bertempat tinggal tetap untuk melaksanakan shalat Jumat.
Dengan mempertimbangkan berbagai pandangan tersebut, langkah yang diambil penanya dengan tetap menjalankan shalat Jumat bersama tiga orang dan mengulang shalat Dhuhr setelahnya merupakan langkah yang dapat diterima. Penting untuk menjaga keistiqamahan dalam menjalankan ibadah serta selalu berusaha untuk memenuhi tuntutan agama sesuai dengan kemampuan dan situasi yang ada.