Ibadah Jumat merupakan momen penting bagi umat Islam, di mana para jamaah berkumpul untuk mendengarkan nasihat-nasihat ketakwaan dalam khutbah Jumat. Namun, seringkali muncul pertanyaan mengenai hukum bagi seorang khatib yang membawakan isu politik praktis serta merendahkan orang lain, terutama saat situasi pemilihan umum seperti pilpres, pilkada, atau pilbup.
Dalam khutbahnya, seorang khatib seharusnya fokus pada pesan ketakwaan kepada Allah SWT. Para ulama menekankan pentingnya menggunakan kata-kata yang jelas, lancar, terang, dan mudah dipahami agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh jamaah. Khatib juga diharapkan untuk menghindari penggunaan kata-kata asing atau klise yang dapat membingungkan pendengar.
Menurut anjuran para ulama, khatib sebaiknya tidak menyelipkan isu politik praktis dalam wasiat ketakwaan dalam khutbah Jumat. Mimbar Jumat seharusnya dijaga kesuciannya dan tidak digunakan untuk tujuan politik yang dapat memecah belah umat. Hal-hal seperti hasutan, celaan, ghibah, atau penggunaan kata-kata kontroversial sebaiknya dihindari dalam khutbah.
Tujuan utama dari khutbah Jumat adalah untuk mengingatkan para jamaah agar meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, para khatib perlu memilih kata-kata dengan bijak dan santun agar pesan yang disampaikan dapat diterima dan bermanfaat bagi semua yang hadir.
Dengan demikian, penting bagi para khatib untuk memahami dan menjaga rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh para ulama dalam menyampaikan khutbah Jumat. Semoga dengan pemahaman yang baik ini, pesan ketakwaan dalam ibadah Jumat dapat tersampaikan dengan baik kepada seluruh jamaah.