Sebuah kegiatan buka puasa bersama lintas iman di Gereja Katolik Kristus Ungaran, Semarang, beberapa waktu lalu terpaksa dibatalkan akibat penolakan sekelompok individu yang mengaku sebagai komunitas Muslim. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai pandangan Islam terkait buka puasa di tempat ibadah non-Muslim.
Dalam konteks ini, terdapat beberapa isu yang perlu dibahas. Pertama, terkait dengan makanan yang disajikan. Jika makanan yang disediakan halal, seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5, maka tidak ada larangan bagi umat Islam untuk mengonsumsinya meskipun disediakan oleh non-Muslim.
Kedua, terkait dengan tempat berbuka puasa. Islam tidak mengatur khusus tempat sahur atau berbuka puasa, sehingga tidak ada larangan untuk melakukannya di tempat ibadah non-Muslim.
Ketiga, terkait dengan kebersamaan antara Muslim dan non-Muslim. Islam mendorong hubungan yang baik dan adil antara umat beragama berbeda, sebagaimana yang ditegaskan dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 8-9.
Terakhir, terkait dengan siapa yang mengundang. Menurut penjelasan dalam Hasyiyah I’anatut Thalibin, seorang Muslim tidak diwajibkan menerima undangan dari kafir harbi tetapi disunahkan untuk menerima undangan dari dzimmi.
Dari pembahasan tersebut, tidak terdapat larangan dalam Islam untuk buka puasa di tempat ibadah non-Muslim. Sikap penolakan yang dilakukan oleh sekelompok individu seharusnya tidak diperlukan. Masyarakat Muslim dihimbau untuk lebih memahami ajaran agama secara mendalam agar tidak terjerumus pada pemahaman yang keliru.
Semoga pembahasan singkat ini dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai pandangan Islam terkait buka puasa di tempat ibadah non-Muslim. Pengetahuan yang mendalam akan ajaran agama akan membantu kita dalam menjalani kehidupan beragama dengan lebih bijaksana.