Dalam menjalankan ibadah kurban dan aqiqah, seringkali muncul pertanyaan mengenai prioritas antara kedua ibadah tersebut. Seorang yang dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya mungkin bingung dalam menentukan mana yang harus didahulukan, kurban atau aqiqah.
Kedua ibadah ini memiliki persamaan dalam hal sunnah menurut mazhab Syafi’i, selama tidak ada nazar, serta keduanya melibatkan aktivitas penyembelihan hewan yang memenuhi syarat. Perbedaan utama terletak pada waktu pelaksanaannya. Kurban hanya dilakukan pada bulan DzulHijjah, sementara aqiqah disunnahkan dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran seorang bayi.
Aqiqah sebenarnya adalah hak anak atas orang tuanya. Anjuran untuk menyembelih hewan aqiqah sangat ditekankan kepada orang tua bayi sebagai bentuk syukur atas kelahiran anak. Namun, para ulama memberi kelonggaran pelaksanaan aqiqah hingga anak tumbuh dewasa.
Terlepas dari itu, dalam menentukan prioritas antara kurban dan aqiqah, sangat tergantung pada momentum, situasi, dan kondisi. Mendekati hari raya Idul Adha, mendahulukan kurban dapat menjadi pilihan yang lebih baik. Namun, jika memungkinkan dan diinginkan, mengikuti pendapat Imam Ramli yang membolehkan niat kurban dan aqiqah sekaligus juga merupakan opsi yang baik.
Referensi yang digunakan dalam menjawab pertanyaan ini mengacu pada kitab Tausyikh karya Syekh Nawawi al-Bantani. Meskipun konsekuensi dari pendapat Imam Ramli terkait pembagian daging bisa menjadi perdebatan, namun cara tersebut bukanlah hal substansial dalam ibadah. Yang terpenting adalah niat dan keikhlasan dalam menjalankan ibadah tersebut. Semoga informasi ini memberikan pemahaman lebih dalam tentang pentingnya ibadah kurban dan aqiqah dalam kehidupan seorang muslim.