Khutbah Jumat merupakan momen yang sangat penting dalam agama Islam. Dalam khutbah ini, khatib seringkali menggunakan hadits Nabi Muhammad saw sebagai landasan untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan kepada jamaah.
Menyampaikan hadits Rasulullah saw merupakan suatu amal yang baik, karena dengan ini khatib dapat menggambarkan secara jelas bagaimana pola kehidupan Nabi saw, terutama terkait dengan tema yang dibahas dalam khutbah.
Namun, tidak jarang hadits-hadits yang disampaikan dalam khutbah Jumat berasal dari literatur yang belum melalui proses validasi kualitasnya. Hal ini dapat menimbulkan masalah, terutama jika hadits tersebut termasuk dalam kategori dha’if.
Penting untuk diingat bahwa penyampaian hadits dalam khutbah Jumat bukanlah syarat mutlak sahnya khutbah tersebut. Forum khutbah Jumat bukanlah forum akademik, dan umumnya bersifat monolog, sehingga kritik terhadap validitas hadits yang disampaikan tidak selalu menjadi prioritas.
Meskipun demikian, para khatib seharusnya tetap waspada terhadap apa yang disampaikan kepada jamaah. Setiap perkataan yang disandarkan pada otoritas hadits Rasulullah harus disertai dengan sumbernya.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Hajar al-Haitami, khatib seharusnya menjelaskan sumber hadits yang disampaikannya. Jika sumbernya shahih, maka tidak ada masalah. Namun jika tidak, maka pihak berwenang berhak untuk mengkritik dan bahkan mencopot khatib tersebut.
Di Indonesia, pengawasan terhadap kualitas hadits yang disampaikan dalam khutbah Jumat masih belum begitu ketat. Namun demikian, para khatib di Indonesia sebaiknya lebih cermat dalam mengutip hadits, sehingga pesan-pesan keagamaan yang disampaikan benar-benar berasal dari Nabi saw.
Dengan memperhatikan kualitas hadits yang disampaikan, para khatib telah mengamalkan ajaran Rasulullah saw yang menganjurkan kehati-hatian dalam menyampaikan hadits. Semoga kita semua senantiasa mendapat petunjuk dari Allah SWT.