Zakat merupakan kewajiban sosial dalam agama Islam yang diberikan kepada delapan golongan yang berhak menerimanya, di antaranya adalah fakir dan miskin. Namun, penentuan status fakir miskin tidaklah sama untuk setiap individu.
Bagi seseorang yang memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, kebutuhan pokok dihitung berdasarkan periode penghasilan yang diterima. Jika penghasilan tersebut tidak mencukupi kebutuhan pokok dalam periode tersebut, maka ia tergolong fakir miskin.
Sedangkan bagi individu yang tidak memiliki pekerjaan tetap, kebutuhan pokok dihitung hingga batas usia mayoritas manusia. Jika harta yang dimiliki tidak mencukupi kebutuhan pokok selama periode tersebut, ia termasuk fakir miskin.
Terkait dengan batas usia ‘umrul ghalib, para ulama memiliki pandangan yang beragam. Beberapa menetapkannya pada usia 60 tahun, sementara pandangan lain menyebutkan usia 70 tahun, 80 tahun, 90 tahun, bahkan 100 tahun. Jika seseorang melewati batas ‘umrul ghalib, maka ia berhak menerima zakat yang cukup untuk satu tahun, dan seterusnya.
Untuk orang lanjut usia atau lansia, standar fakir miskin ditentukan berdasarkan kemampuan mereka memenuhi kebutuhan pokok dalam satu tahun. Pendapat salaf menyatakan bahwa fakir miskin lansia adalah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok dalam satu tahun. Namun, pendapat kontemporer menyebutkan bahwa standar fakir miskin untuk lansia adalah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok dalam satu hari.
Dalam konteks ini, zakat bertujuan untuk mengentaskan fakir miskin dari kemiskinan. Oleh karena itu, penentuan status fakir miskin harus memperhatikan baik usia maupun kemampuan individu tersebut dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Wallahu a’lam.