Pesta demokrasi pemilihan umum serentak di Indonesia pada 14 Februari 2024 semakin mendekat. Proses ini melibatkan pemilihan calon presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan calon anggota DPD RI. Harapannya, melalui pemilu ini akan terpilih pemimpin terbaik yang mampu membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia.
Asas pemilu Luber-Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil) menjadi pedoman dasar dalam pelaksanaan pemilu. Keutuhan dan keamanan bangsa dalam setiap tahapan pemilu harus diutamakan oleh semua pihak terlibat. Netralitas, kejujuran, dan transparansi penyelenggara pemilu, mulai dari KPU hingga tingkat terendah seperti KPPS, Bawaslu, PTPS, dan DKPP, merupakan hal yang tidak bisa ditawar.
Kehadiran kecurangan dalam pemilu akan membawa dampak buruk bagi bangsa. Selain itu, kecurangan dilarang oleh agama dan dihukumi sebagai perbuatan yang haram. Dalam Islam, kecurangan atau ghassu (غش) dipahami sebagai pelanggaran terhadap prinsip kejujuran, keadilan, dan transparansi.
Menipu atau berbuat curang dalam pemilu bukan hanya merugikan pihak lain tetapi juga melanggar ajaran agama. Mayoritas ulama sepakat bahwa tindakan menipu atau berbuat curang adalah dosa besar. Oleh karena itu, penting bagi seluruh pihak terkait untuk menjaga integritas dan menjalankan tugas sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Kita semua bertanggung jawab untuk mewujudkan pemilu yang jujur, adil, dan transparan. Dengan demikian, hasil dari kontestasi tersebut akan lebih mudah diterima oleh semua pihak. Kecurangan dalam pemilu tidak hanya merugikan proses demokrasi tetapi juga mengancam kestabilan dan kemajuan bangsa. Mari bersama-sama menjaga kejujuran dan integritas dalam setiap tahapan pemilihan umum demi masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.