Bulan Rajab dikenal sebagai salah satu bulan suci dalam Islam. Selain dikenal dengan beragam amalan khusus, bulan Rajab juga diwarnai dengan tradisi unik di berbagai daerah Indonesia. Salah satunya adalah tradisi sedekah yang pahalanya ditujukan untuk orang yang telah meninggal dunia, terutama mereka yang meninggal dalam kurun waktu setahun terakhir. Tradisi ini memiliki makna dan tujuan yang tak bisa dilepaskan dari nilai-nilai keislaman dan kearifan lokal.
Salah satu tradisi yang telah lama diwariskan secara turun-temurun dalam masyarakat Aceh adalah tradisi Tet Apam, atau yang dikenal sebagai kenduri Apam. Tradisi ini tidak hanya mengakar kuat dalam budaya Aceh, tetapi juga memiliki nilai filosofi yang mendalam baik dari perspektif agama maupun sosial budaya.
Dari sudut pandang agama, Kenduri Apam merupakan bentuk syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan kepada umat-Nya. Bulan Rajab dipandang sebagai bulan penuh berkah dengan berbagai peristiwa penting di dalamnya, seperti Isra Mi’raj. Oleh karena itu, masyarakat Aceh memaknai Tet Apam sebagai wujud rasa syukur atas nikmat iman, Islam, dan duniawi yang telah diberikan oleh Allah.
Dalam artikel yang membahas Tradisi Kenduri Apam: Melestarikan Warisan Sedekah Endatu Bulan Rajab, dijelaskan bahwa kenduri Apam dipercayai sebagai sarana untuk memberikan pahala kepada seluruh arwah. Dengan memasak dan membagikan apam, masyarakat Aceh berharap agar arwah yang telah meninggalkan dunia mendapat pahala dari Allah.
Salah satu persoalan yang muncul adalah terkait hukum sedekah Rajab yang pahalanya ditujukan kepada orang yang sudah wafat. Menurut Imam Nawawi, sedekah untuk orang yang telah meninggal adalah perbuatan yang diperbolehkan dan dianjurkan dalam Islam. Pahala dari sedekah tersebut akan sampai kepada orang yang telah meninggal, baik dilakukan di bulan Rajab maupun di bulan-bulan lainnya.
Imam Nawawi juga menegaskan bahwa para ulama sepakat bahwa sedekah untuk orang yang sudah meninggal akan bermanfaat dan sampai kepadanya. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa bersedekah untuk orang yang telah wafat dapat memberikan manfaat bagi mereka karena pahala sedekah tersebut akan ditransfer kepadanya.
Dengan demikian, tradisi memberikan sedekah pada waktu-waktu istimewa seperti bulan Rajab termasuk perbuatan yang diperbolehkan dalam Islam. Pahala dari sedekah tersebut akan tetap sampai kepada orang yang dituju karena keumuman dalil-dalil tentang kebolehan sedekah untuk orang yang telah meninggal.
Bulan Rajab juga dikenal sebagai bulan mulia yang dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, termasuk sedekah dan memberi makan kepada orang yang membutuhkan. Oleh karena itu, tradisi berbagi kepada orang yang membutuhkan, termasuk yang dianjurkan di bulan tersebut.
Dalam hadits lain, disebutkan bahwa barangsiapa meringankan kesulitan seorang mukmin di bulan Rajab, Allah akan memberikan kepadanya sebuah istana luas di surga sebagai balasannya. Maka dari itu, penting untuk menjaga keutamaan bulan Rajab agar mendapat kemuliaan dari Allah.
Terakhir, tradisi sedekah kepada arwah pada bulan Rajab bukan hanya merupakan perbuatan yang diperbolehkan dalam Islam, tetapi juga mencerminkan kearifan lokal yang berpadu dengan nilai-nilai keislaman. Tradisi ini menjadi bukti nyata dari rasa cinta, syukur, dan harapan kebaikan bagi mereka yang telah pergi, sekaligus menumbuhkan semangat berbagi dan kepedulian kepada sesama.