Pendaftaran calon presiden dan wakil presiden baru-baru ini telah memanaskan perbincangan politik di berbagai platform media sosial. Namun, disayangkan bahwa perbincangan mengenai dukung-mendukung calon masih mendominasi dibandingkan dengan pembahasan mengenai etika dan moral politik.
Salah satu isu etika politik yang sangat penting untuk diperbincangkan adalah politik uang, jual beli suara, dan dampak negatifnya terhadap kualitas demokrasi. Dalam kajian fiqih, politik uang termasuk dalam kategori haram sebagai bentuk risywah atau suap yang diharamkan, tidak peduli dengan alasan atau bentuknya.
Namun, bahaya politik uang tidak hanya berdampak pada sistem demokrasi secara keseluruhan. Jika praktik politik uang sampai masuk ke dalam kehidupan pribadi atau bahkan ke anak-anak kita, dampaknya bisa sangat merugikan. Sebuah kisah menarik dalam artikel ini menunjukkan bagaimana makanan yang berasal dari harta yang tidak jelas status halal-haramnya dapat memengaruhi perilaku seseorang, bahkan hingga generasi berikutnya.
Seorang Muslim paham betul bahwa konsumsi makanan, minuman, dan pakaian yang haram dapat menghalangi doa-doanya. Sebagaimana cerita Abu Hurairah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw, bahwa doa seseorang tidak akan dikabulkan jika ia terbiasa mengonsumsi hal-hal yang haram. Makanan halal dianggap sebagai faktor penting yang dapat mencerahkan hati dan menjaga keutuhan spiritual seseorang.
Politik uang, sebagai bagian dari harta yang haram, seharusnya dihindari oleh individu Muslim yang peduli akan etika dan moralitas. Khususnya bagi mereka yang memiliki tanggung jawab terhadap keluarga dan anak-anak. Hindari politik uang agar tidak merusak akhlak dan moralitas generasi penerus. Semoga kesadaran akan bahaya politik uang dapat menjadi pijakan untuk menjaga integritas dan moralitas dalam berpolitik.