- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Pembangunan Rumah Ibadah dari Perspektif Fiqih Islam

Google Search Widget

Negara Indonesia dikenal dengan keberagaman pemeluk agama yang ada di dalamnya. Dari Kristen Katolik, Islam, Budha, Konghucu, hingga Hindu, semua memiliki tempat ibadah masing-masing yang tersebar di berbagai daerah. Menariknya, dalam proses pembangunan rumah ibadah ini seringkali melibatkan kerja sama antar pemeluk agama yang berbeda.

Perhatian khusus seringkali ditujukan pada pembangunan gereja. Terlihat bahwa tidak jarang tukang yang terlibat dalam pembangunan gereja adalah Muslim. Bahkan, terdapat kejadian di mana para pekerja tetap melaksanakan ibadah shalat di tengah kesibukan mereka membangun gereja.

Namun, terkait dengan hal ini, terdapat perbedaan pandangan dari para ulama tentang hukum pembangunan gereja di daerah yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Beberapa ulama seperti mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali menganggap bahwa pembangunan gereja di wilayah Muslim adalah haram karena dianggap sebagai bentuk membantu kemaksiatan.

Di sisi lain, ulama seperti Syekh Tajuddin as-Subuki melihat pembangunan gereja sebagai bentuk maksiat terlepas dari siapa yang membangunnya, baik Muslim maupun Nonmuslim. Mayoritas ulama juga sepakat bahwa bekerja di gereja, baik dalam proses pembangunan maupun penyediaan perabotan di dalamnya, dianggap sebagai bentuk mendukung maksiat dan mengagungkan ajaran agama selain Islam.

Namun, terdapat pula pandangan lain dari ulama mazhab Hanafi yang menganggap bahwa kontrak untuk bekerja dan membangun gereja bukanlah bentuk maksiat secara substansial sehingga diizinkan. Mereka berpendapat bahwa yang terkena hukum maksiat adalah pihak yang secara langsung melakukan perbuatan maksiat, bukan pekerja yang hanya melakukan tugas sesuai kontrak.

Dalam konteks keberagaman di Indonesia, pendapat ulama Mazhab Hanafi mungkin dapat dianggap lebih sesuai. Hal ini mengingat budaya toleransi dan saling menghormati antarumat beragama yang kuat dalam masyarakat Indonesia.

Pembangunan rumah ibadah bagi pemeluk agama lain adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi mereka. Banyak ulama Islam yang memberikan toleransi terhadap hal ini. Bahkan, dalam sejarah Mesir, terdapat contoh di mana pembangunan rumah ibadah Nonmuslim dianggap sebagai bagian dari pembangunan negara untuk kebutuhan rakyatnya yang Nonmuslim.

Dari berbagai pandangan ulama tersebut, terlihat kompleksitas dalam menjawab persoalan pembangunan rumah ibadah dari perspektif fiqih Islam. Kesimpulannya, penting bagi kita untuk memahami dan menghormati perbedaan pandangan tersebut demi terwujudnya kerukunan antarumat beragama di Indonesia.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

February 6

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?