Dalam praktik ibadah, pemahaman mengenai status air sangatlah penting. Terutama berkaitan dengan thaharah (bersuci) dalam Islam, terdapat beragam pendapat di antara ulama mazhab, termasuk mazhab Syafi’i yang banyak dianut di Indonesia.
Pemahaman akan keragaman pendapat ulama ini diperlukan untuk menjaga perbedaan pendapat (murâ‘ât al-khilâf) agar penyelesaian suatu kasus dapat lebih relevan dan implementatif. Begitu pula, masyarakat umum perlu memahami ragam pendapat ini sehingga dapat digunakan sebagai panduan dalam beribadah sesuai dengan kondisi dan situasi individu masing-masing.
Dalam mazhab Syafi’i, terdapat beberapa kasus perbedaan pendapat yang cukup menarik untuk dibahas, antara lain:
- Status Air Suci yang Berubah
Kasus ini membahas mengenai hukum air suci yang mengalami perubahan (warna, bau, atau rasanya) akibat kontak dengan kayu, minyak, atau tanah. Terdapat dua pendapat utama mengenai apakah air tersebut tetap suci dan dapat digunakan untuk bersuci. - Status Air Musta’mal
Pembahasan mengenai air yang sudah digunakan untuk bersuci wajib. Terjadi perbedaan pendapat apakah air musta’mal masih tetap suci dan dapat digunakan untuk bersuci. - Air Musta’mal yang Dikumpulkan dalam Jumlah Banyak
Kasus ini membahas hukum air yang sudah digunakan untuk bersuci kemudian dikumpulkan dalam jumlah besar. Terdapat ikhtilaf di antara ulama mengenai apakah air tersebut masih suci dan dapat digunakan untuk bersuci. - Air Banyak yang Terkena Najis
Kasus ini menguraikan hukum air dalam jumlah besar yang terkena najis. Terdapat beberapa rincian kasus terkait apakah air tersebut tetap suci atau menjadi najis.
Dengan pemahaman yang baik mengenai ragam perbedaan pendapat ini, diharapkan umat Muslim dapat menggunakan panduan tersebut secara bijaksana dalam menjalankan ibadah sehari-hari. Semoga artikel ini memberikan wawasan yang bermanfaat bagi pembaca dalam memperdalam pemahaman agama Islam.