- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Pajak Karbon dalam Perspektif Ekonomi Syariah

Google Search Widget

Dalam ajaran Islam, pengambilan harta seseorang haruslah diimbangi dengan jasa atau barang melalui akad jual beli. Penguasaan atas harta orang lain tanpa imbalan hanya dibenarkan jika dilakukan melalui sedekah, hibah, wakaf, waris, atau wasiat. Hal ini disebabkan karena perolehan harta dalam Islam harus halal dan thayyib (tidak ada paksaan).

Dari sini, dapat dipahami bahwa pungutan liar (al-maksu) dianggap haram karena tidak memenuhi syarat thayyib. Hal ini terutama berlaku ketika pemungutnya bukan orang tua, wali, hakim, atau pemerintah yang sah.

Namun, bagaimana dengan Pajak Karbon?

Karbon merupakan unsur penting dalam kehidupan. Seluruh makhluk hidup terdiri dari karbon. Karbon yang dilepaskan ke alam bergabung dengan oksigen dan membentuk CO2, CO, atau CO3.

CO2 dapat diserap oleh tumbuhan, sementara CO dan CO3 dilepaskan ke alam dan mempengaruhi suhu udara, iklim, dan lapisan ozon. Akumulasi karbon di alam yang disebabkan oleh emisi karbon dari bahan bakar fosil dikenal sebagai emisi. Emisi karbon menyebabkan kerugian tidak langsung yang memerlukan ganti rugi.

Dalam Islam, besaran ganti rugi harus sesuai dengan tingkat kerugian yang ditimbulkan. Ganti rugi ini merupakan konsekuensi langsung dari kerugian yang disebabkan oleh akad jual beli yang rusak akibat kerugian pada salah satu pihak. Besaran ganti rugi ini menjadi dasar pemungutan pajak, sehingga pajak karbon dapat dilihat sebagai ganti rugi akibat emisi karbon.

Siapa yang menjadi subjek pajak karbon?

Mayoritas emisi karbon berasal dari penggunaan bahan bakar fosil oleh industri dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, subjek pajak secara tidak langsung meliputi semua industri dan pengguna kendaraan bermotor berbahan bakar fosil. Mereka bertanggung jawab atas emisi karbon yang tidak dapat diserap oleh tumbuhan secara langsung sehingga berdampak pada lapisan ozon.

Dalam konteks fiqih Islam, pihak yang bertanggung jawab langsung atas kerugian harus menanggung ganti rugi (subjek dan objek pajak).

Risiko Pemberlakuan Pajak Karbon

Indonesia sebagai negara berkembang memiliki industri dan kendaraan bermotor dengan konsep yang masih berkembang. Pengendalian emisi karbon masih minim, bahkan saat pemeriksaan kendaraan di kantor polisi. Penilaian saat ini hanya berdasarkan tahun keluaran kendaraan tanpa memperhatikan emisi yang dihasilkan.

Penting untuk memperhatikan emisi yang dihasilkan oleh kendaraan dan industri sebagai objek pajak, bukan hanya berdasarkan tahun keluaran kendaraan. Upaya pengendalian emisi karbon perlu ditingkatkan untuk menjaga lingkungan hidup.

Melalui perspektif ekonomi syariah, pajak karbon dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mengurangi emisi karbon dan mempromosikan keberlanjutan lingkungan.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

December 23

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?