Di tengah masyarakat yang majemuk, interaksi dengan individu dari berbagai latar belakang adalah hal yang tak terhindarkan. Termasuk di dalamnya, berinteraksi dengan mereka yang memiliki latar belakang agama berbeda. Islam mengajarkan pentingnya membangun hubungan harmonis di antara sesama. Namun, apakah anjuran ini juga mencakup kebolehan bersedekah kepada nonmuslim?
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ. (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ)
Artinya, “Dalam setiap tubuh yang hidup terdapat pahala (sedekah).” (Muttafaq ‘Alaih)
Hadits ini berawal dari kisah Rasulullah tentang seseorang yang memberi minum seekor anjing yang kemudian bersyukur dan mendapatkan ampunan dari Allah Ta’ala. Para sahabat bertanya: “Apakah kita mendapatkan pahala dalam memberi makan hewan?” Rasulullah menjawab: “Dalam setiap tubuh yang hidup terdapat pahala (sedekah).”
Keumuman jawaban tersebut dipahami oleh para ulama bahwa bersedekah kepada nonmuslim juga dianjurkan dan tetap berpahala. Al-Muhallab (w. 435 H), seorang ahli fiqih dan hadits bermazhab Maliki, menyatakan bahwa hadits tersebut mencakup nonmuslim yang menjadi tawanan. Mereka tidak boleh dibiarkan kehausan atau kelaparan, karena itu merupakan penyiksaan yang dilarang. Allah Ta’ala tidak menghendaki penyiksaan terhadap makhluk-Nya, bahkan anugerah-Nya tetap terlimpahkan kepada mereka yang bermaksiat.
Ulama Syafi’iyah seperti Abul Qasim As-Shaimari, Ibn Hajar Al-Haitami, dan Al-Auza’ juga berpendapat bahwa hadits tersebut mencakup sedekah kepada nonmuslim. Menurut Imam As-Syafi’i, sedekah kepada nonmuslim termasuk dalam keumuman ayat:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا (الإنسان: 8)
Artinya, “Dan mereka—orang-orang baik yang beriman—memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.” (Al-Insân: 8)
Namun, Imam Syafi’i membedakan antara sedekah wajib atau zakat dan sedekah sunnah. Yang dibolehkan adalah sedekah sunnah.
Dalam konteks ini, Sayyidah Asma’ binti Abu Bakar radhiyallâhu ‘anhumâ pernah diberi izin Rasulullah untuk memberi bantuan harta kepada ibunya, Qutailah binti Abdil ‘Uzza, yang masih musyrik.
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرِ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَتْ: قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قُلْتُ: قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ رَاغِبَةٌ، أَفَأَصِلُ أُمِّي؟ قَالَ: نَعَمْ ، صِلِي أُمَّكِ (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ)
Artinya, “Diriwayatkan dari Asma’ binti Abu Bakar radhiyallâhu ‘anhuma, ia berkata: ‘Pada masa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam, Ibuku datang kepadaku sementara ia masih musyrik. Aku lalu meminta fatwa kepada Rasulullah: ‘Ibuku datang kepadaku dan ia menginginkan suatu pemberian. Apakah Aku boleh memberinya?’ Rasulullah pun menjawab: ‘Ya, berilah ibumu’.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Umar bin Khattab radhiyallâhu ‘anhu juga pernah memberi pakaian dan mengirimnya kepada saudaranya, Utsman bin Hakim, yang belum Islam dan tinggal di Makkah.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: رَأَى عُمَرُ حُلَّةً عَلَى رَجُلٍ تُبَاعُ، فَقَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِبْتَعْ هَذِهِ الْحُلَّةَ تَلْبَسْهَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَإِذَا جَاءَكَ الْوَفْدُ. فَقَالَ: إِنَّمَا يَلْبَسُ هَذَا مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ. فَأُتِيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهَا بِحُلَلٍ، فَأَرْسَلَ إِلَى عُمَرَ مِنْهَا بِحُلَّةٍ. فَقَالَ عُمَرُ: كَيْفَ أَلْبَسُهَا وَقَدْ قُلْتَ فِيهَا مَا قُلْتَ؟ قَالَ: إِنِّي لَمْ أَكْسُكَهَا لِتَلْبَسَهَا، تَبِيعُهَا أَوْ تَكْسُوهَا. فَأَرْسَلَ بِهَا عُمَرُ إِلَى أَخٍ لَهُ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ قَبْلَ أَنْ يُسْلِمَ. (رواه البخاري)
Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallâhu ‘anhumâ, ia berkata: ‘Umar melihat pakaian sutera dagangan pada seorang laki-laki, lalu ia berkata kepada Nabi: ‘Belilah pakaian ini lalu Anda pakai saat hari Jumat dan ketika ada rombongan tamu luar kota datang kepadamu.’ Nabi menjawab: ‘Yang memakai pakaian ini hanyalah orang yang tidak mempunyai bagian pahala di akhirat.’ Lalu Rasulullah dibawakan beberapa pakaian tersebut dan salah satunya beliau kirim kepada Umar. Umar pun berkata: ‘Bagaimana aku akan memakainya sementara Anda telah berkata seperti itu?’ Nabi menjawab: ‘Sungguh Aku maksudku memberikannya kepadamu bukanlah agar Kamu memakainya, juallah atau berikan kepada orang lain.’ Kemudian Umar mengirimkannya kepada saudaranya yang masih tinggal di Makkah dan belum masuk Islam.” (HR. Al-Bukhari).
Dari uraian pendapat para ulama dan hadits di atas dapat dipahami bahwa hukum sedekah kepada nonmuslim adalah diperbolehkan dan tetap berpahala. Dalam masyarakat yang majemuk, saling berbagi tanpa terkendala perbedaan keyakinan sangat penting untuk menciptakan keharmonisan, kerukunan, dan kedamaian. Wallâhu a’lam.