Pemerintah dan sejumlah ormas Islam telah memberikan imbauan kepada masyarakat untuk mengalihkan aktivitas ibadah dari masjid atau mushalla ke rumah demi mencegah penyebaran Covid-19. Hal ini sejalan dengan anjuran tenaga kesehatan yang meminta agar shalat Jumat, shalat berjamaah, dan shalat tarawih dilakukan di rumah.

Namun, penting untuk dicatat bahwa imbauan tersebut bukan berarti menghentikan aktivitas di masjid atau mengunci pintu masjid selama masa penanganan Covid-19. Azan yang dikumandangkan di awal waktu shalat wajib lima waktu tetap menjadi bagian dari syiar Islam yang harus dipertahankan.

Menurut Imam An-Nawawi, azan dan iqamah adalah sunnah yang disyariatkan untuk shalat wajib lima waktu. Meskipun ada perbedaan pendapat mengenai hukum keduanya, namun mayoritas ulama sepakat bahwa keduanya termasuk dalam sunnah kifayah.

Azan merupakan pemberitahuan masuknya waktu shalat lima waktu. Meskipun aktivitas ibadah dialihkan ke rumah, azan dan iqamah tetap harus dikumandangkan sebagai syiar Islam. Azan yang dikumandangkan melalui pengeras suara masjid atau mushalla bukan untuk mengundang jamaah, melainkan sebagai penanda waktu shalat dan syiar Islam yang zahir.

Selama masa pandemi Covid-19, lafal azan dapat disesuaikan dengan hadits riwayat sahabat Ibnu Abbas RA atau sahabat Ibnu Umar RA. Pengurus masjid atau mushalla dapat memilih lafal azan yang sesuai dengan kondisi uzur aam saat itu.

Perintah Ibnu Abbas RA untuk menyisipkan “shallū fī buyūtikum” sebagai pengganti seruan “hayya ‘alas shalāh” serta kisah kumandang azan Ibnu Umar RA dengan tambahan “shallū fī rihālikum” menjadi contoh bagaimana adaptasi azan dilakukan dalam situasi tertentu seperti cuaca buruk.

Dengan demikian, pengalihan ibadah dari masjid atau mushalla ke rumah selama pandemi Covid-19 tidak berarti mengorbankan syiar Islam. Azan dan iqamah tetap harus dikumandangkan sebagai bagian dari syiar Islam yang harus dijaga.