Takziah, suatu bentuk ungkapan belasungkawa, sering kali menjadi tanda empati dan dukungan bagi keluarga yang tengah berduka atas kehilangan seorang yang dicintai. Namun, banyak perdebatan tentang batasan waktu yang tepat untuk melakukan takziah. Konsep umum yang beredar adalah takziah seharusnya dilakukan selama tiga hari setelah penguburan.
Namun, pandangan tersebut tidaklah bersifat mutlak. Imam An-Nawawi menegaskan bahwa batasan tiga hari tersebut lebih bersifat perkiraan atau kurang lebih. Sebagian ulama mazhab Syafi’i menganggap takziah setelah tiga hari sebagai hal yang tidak disarankan, karena dianggap dapat membangkitkan kembali kesedihan bagi keluarga yang sedang berduka.
Di sisi lain, ada pendapat yang menyatakan bahwa takziah dapat dilakukan kapan pun dibutuhkan, bahkan melewati batas tiga hari. Imam Al-Haramain mendukung pandangan ini, dengan alasan bahwa takziah setelah penguburan justru lebih baik karena keluarga yang berduka tidak lagi sibuk dengan persiapan pemakaman.
Imam An-Nawawi memberikan solusi tengah atas perbedaan pendapat tersebut. Ia menegaskan bahwa takziah dapat dilakukan setelah tiga hari, terutama dalam dua situasi tertentu: ketika orang yang berduka atau yang ditakziahi tidak hadir saat penguburan, atau jika ada kesepakatan bersama untuk melakukan takziah lagi.
Selain itu, takziah juga sebaiknya merata kepada seluruh keluarga dan kerabat yang berduka, tanpa membedakan usia atau jenis kelamin. Hanya remaja perempuan atau perempuan muda yang belum menikah yang tidak diwajibkan menerima takziah langsung, melainkan melalui mahram-mahramnya.
Dari berbagai pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa takziah boleh dilakukan setelah tiga hari. Namun, hal ini harus dilakukan dengan pertimbangan matang agar tidak memperburuk rasa duka keluarga yang tengah berduka. Kesepakatan dan permintaan dari pihak keluarga juga menjadi faktor penting dalam menentukan waktu dan cara pelaksanaan takziah.
Semoga pemahaman ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang praktik takziah dalam kehidupan sehari-hari, serta menguatkan nilai-nilai empati dan dukungan dalam masyarakat. Semoga kita senantiasa diberikan kebijaksanaan dalam menjalankan ajaran agama dengan penuh pengertian dan kasih sayang.