Dalam bahasa Arab, cadar diterjemahkan sebagai “niqab” yang berarti pakaian yang menutupi wajah seseorang. Dalam konteks hukum memakai cadar, tidak terlepas dari pembahasan mengenai batasan aurat perempuan, khususnya terkait dengan wajah.
Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai status wajah perempuan apakah termasuk aurat atau tidak. Mayoritas ulama dari berbagai mazhab seperti Hanafi, Maliki, sebagian Syafi’i, dan Hanbali menyatakan bahwa wajah perempuan tidak termasuk aurat sehingga tidak wajib ditutupi. Namun, sebagian ulama Syafi’i lainnya berpendapat bahwa wajah perempuan termasuk aurat dan harus ditutupi.
Dalam hal pemakaian cadar, para ulama memberikan pandangan yang berbeda tergantung pada situasi tertentu. Misalnya, saat ihram, para ulama sepakat bahwa wanita dilarang memakai cadar dan jika tetap melakukannya tanpa alasan yang kuat, maka dia wajib membayar denda.
Saat shalat, para ulama juga sepakat bahwa memakai cadar hukumnya makruh. Begitu pula saat akad nikah, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama terkait dengan keharusan saksi melihat wajah perempuan yang bercadar.
Dalam kondisi normal, seperti saat bekerja, ulama-ulama dari mazhab yang berbeda memberikan pendapat yang beragam mengenai hukum memakai cadar. Ada yang membolehkannya, menganggap makruh, bahkan ada yang menghukuminya sebagai sunnah atau wajib.
Keragaman pendapat ulama dalam masalah ini seharusnya membuat kita lebih moderat, toleran, dan menghargai perbedaan pandangan. Semoga pemahaman ini dapat memberikan sudut pandang yang lebih luas dalam memahami hukum Islam terkait dengan pemakaian cadar.