Dalam ajaran Islam, menjalankan amar ma’ruf nahi munkar memiliki dasar yang kuat baik dari Al-Qur’an maupun hadits. Salah satu ayat dalam Al-Qur’an menekankan pentingnya menyeru kepada kebaikan, menyuruh yang ma’ruf, dan mencegah kemungkaran. Hadits Rasulullah juga menegaskan pentingnya tindakan untuk mengubah kemungkaran.
Namun, seringkali muncul pertanyaan apakah boleh seseorang meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar karena khawatir terjerumus dalam riya’. Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad menegaskan bahwa seseorang tidak boleh meninggalkan tindakan baik tersebut semata-mata karena khawatir riya’, dan seharusnya tetap berjuang menghilangkan riya’ tanpa meninggalkan amal kebaikan.
Meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar karena riya’ sebenarnya adalah tipu daya setan. Seseorang seharusnya tetap melaksanakan tindakan tersebut sambil berusaha keras mengatasi riya’ dalam diri. Jangan biarkan riya’ menghambat pahala dari amal kebaikan yang dilakukan.
Dalam konteks ini, Sayyid Abdullah al-Haddad menegaskan bahwa seseorang yang takut akan riya’ sebenarnya telah terhindar dari riya’. Dan jika riya’ muncul, ia disarankan untuk membencinya sebagai kaffarah. Orang yang terus menerus berbuat riya’ tanpa bertaubat tidak akan mendapat pahala, bahkan bisa mendapat dosa.
Jadi, penting bagi setiap individu yang menjalankan amar ma’ruf nahi munkar untuk tetap konsisten melakukannya tanpa terpengaruh oleh riya’. Mengelola riya’ dengan baik dan terus berusaha menghilangkannya adalah langkah yang tepat agar amal kebaikan tetap diterima oleh Allah.