Dalam Kitab al-Fiqhu ‘ala al-Madzâhibi al-Arba’ati, Syekh Abdurrahman Al-Jazairi menjelaskan bahwa hubungan antara mudharabah dengan akad musâqah dan muzâra’ah sangat jelas. Akad-akad terakhir ini melibatkan dua pihak yang saling berhubungan, di mana satu pihak menyediakan tanah atau pohon, sedangkan pihak lainnya menyediakan tenaga. Setiap pihak memiliki hak atas bagian hasil panen yang diperoleh. Sama halnya dengan akad mudharabah, di mana terdapat penyerahan harta modal kepada pihak lain, sehingga akad ini juga dikenal sebagai akad muqâradlah atau akad qirâdl (transaksi utang piutang).
Rukun dari akad mudharabah, musâqah, dan muzâra’ah pada dasarnya mengikuti rukun yang terdapat dalam akad mudharabah. Ada perbedaan pendapat di antara ulama terkait rukun mudharabah ini. Menurut kalangan Hanafiyah, rukun mudharabah terdiri dari adanya lafadh ijab dan qabul yang menunjukkan maksud dilakukannya akad. Sedangkan menurut mayoritas ulama, rukun mudharabah terdiri dari tiga elemen, yaitu:
- Adanya dua pihak yang berakad, yaitu pemilik modal (mâlik) dan pengelola (‘amil).
- Adanya objek yang masuk dalam akad, terdiri dari jenis pekerjaan (‘amal), laba (ribhu), dan modal (ra’sul mâl).
- Adanya shighat akad, terdiri dari shighat ijab (menyerahkan) dan shighat qabul (menerima).
Ulama kalangan Syafiiyah memerinci akad ini menjadi lima bagian, yaitu harta (mâl), usaha (‘amal), laba (ribhu), shighat (lafadh ijab dan qabul), dan dua orang yang berakad (‘aqidain). Pandangan Syafiiyah ini sejalan dengan pandangan mayoritas ulama. Namun, pandangan Hanafiyah hanya memuat dua syarat, yaitu keberadaan lafadh ijab dan qabul.
Untuk memahami sudut pandang kalangan Hanafiyah terhadap akad mudharabah ini, kita dapat merujuk pada definisi ijab dan qabul dari kalangan tersebut. Lafadh ijab menunjukkan makna mudharabah, muqâradlah, atau mu’amalah, atau bentuk pernyataan lain yang menggambarkan akad tersebut. Lafadh qabul adalah pernyataan penerimaan yang disampaikan oleh pengelola (‘amil). Jika lafadh ijab dan qabul sesuai, maka akad tersebut sah.
Dari penjelasan definisi lafadh ijab dan qabul oleh kalangan Hanafiyah, kita dapat menyimpulkan bahwa dalam akad mudharabah melibatkan dua orang atau lebih yang bertransaksi, lafadh ijab dan qabul harus memiliki bentuk shighat, terdapat penyerahan modal, kesepakatan nisbah pembagian keuntungan, dan kesepakatan mengenai pekerjaan yang dilakukan.
Meskipun terlihat ada perbedaan pada rukun awalnya, namun dalam penjelasannya, para ulama sepakat mengenai komponen yang terlibat dalam akad mudharabah.