Pada suatu kesempatan, Abû Yûsuf al-Kufi (731-798 M) ditanya oleh Amîrul Mukminin mengenai penyelesaian terkait bumi yang tidak memiliki tanda kepemilikan sebelumnya. Abû Yûsuf menjelaskan bahwa jika tidak terdapat tanda-tanda bangunan atau tanaman, atau bumi tidak terikat sebagai harta fai’ (harta terlantar), tidak memiliki batas tanah yang jelas, bukan tempat pemakaman, dan tidak menunjukkan kepemilikan, maka bumi tersebut disebut sebagai bumi mati. Menurutnya, bumi tersebut akan menjadi milik orang yang mengelolanya.
Abû Yûsuf juga menyatakan bahwa status bumi tersebut secara otomatis menjadi milik negara dan Imam dapat membaginya kepada siapa pun yang diinginkan. Orang yang menghidupkan bumi mati akan memiliki hak atas bumi tersebut. Imam dapat menetapkan skema sewa atau ketentuan-ketentuan terkait pengelolaan tanah tersebut.
Dalam dunia modern, istilah lain dari ketetapan baku yang ditetapkan oleh negara kepada pengelola tanah yang dibukanya sendiri tanpa seizin Imam adalah bahwa menghidupi bumi mati tidak dapat dilakukan tanpa izin Imam. Hal ini mengindikasikan bahwa bumi yang belum memiliki pemilik akan dikuasai oleh negara dan negara memiliki wewenang untuk menentukan pemanfaatannya.
Beberapa poin penting yang perlu dicatat dari pandangan Abu Yusuf ini antara lain:
- Bumi yang merupakan wilayah Islam secara otomatis dikuasai oleh negara.
- Hak pengelolaan bumi dikendalikan oleh negara dan pemanfaatannya ditentukan oleh negara.
- Orang muslim boleh membuka bumi yang belum memiliki pemilik dengan seizin pemerintah.
- Jika seseorang membuka bumi tanpa seizin negara, maka akan ada ketentuan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah untuk pengelolaan lahan tersebut.
- Ketentuan ini berlaku untuk semua wilayah yang ditundukkan baik melalui perang atau damai.
Pemikiran Abu Yusuf ini memberikan landasan bagi aturan perpajakan di wilayah non-Arab yang ditundukkan setelah masa Nabi Muhammad SAW. Hal ini juga dapat dihubungkan dengan praktik bagi-bagi sertifikat tanah yang sering dilakukan oleh pemerintah saat ini.
Dengan demikian, penting untuk memahami bahwa menghidupkan bumi mati tanpa seizin Imam memiliki konsekuensi dan ketentuan yang harus dipatuhi sesuai dengan ketentuan negara dalam hal ini.