- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Hukum Membangun Masjid di Atas Tanah Non-Wakaf: Pandangan Fiqih

Google Search Widget

Di suatu desa, terdapat sebuah masjid yang semakin tidak mampu menampung jumlah jamaah yang bertambah. Setelah melalui rapat, diputuskan untuk membangun masjid di atas tanah milik pemerintah desa setempat (bondho desa). Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai pembangunan masjid di atas tanah non-wakaf.

Menurut pandangan fiqih, pembangunan masjid di tanah bondho desa atau tanah sewa diperbolehkan asalkan ada maslahah yang jelas. Ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai hal ini. Beberapa ulama, seperti Al-Isnawi, menyatakan bahwa wakaf masjid di atas tanah non-masjid sah.

Namun, bagaimana jika masjid dibangun di atas tanah sewa? Menurut pendapat yang paling shahih, hal ini juga diperbolehkan. Meskipun tanahnya bukan wakaf, jika bangunan tersebut diwakafkan sebagai masjid, hal itu dianggap sah menurut sebagian ulama.

Selain itu, perlu dicatat bahwa tanah bondho desa atau tanah sewa tempat dibangunnya masjid tidak secara otomatis menjadi wakaf. Dalam konteks ini, izin untuk shalat saja tidak menjadikan tanah tersebut sebagai masjid. Berbeda halnya dengan i’tikaf yang membutuhkan masjid sebagai tempat pelaksanaannya.

Jika masa sewa tanah telah berakhir, bangunan masjid tetap berstatus sebagai masjid dan tidak boleh dibongkar kecuali pemilik tanah atau pemerintah setempat mengikrarkan wakafnya. Pemerintah memiliki hak untuk mengelola harta umum sesuai kebijakan yang telah ditetapkan.

Dalam kesimpulan, pembangunan masjid di atas tanah non-wakaf memang menimbulkan pertanyaan hukum yang kompleks. Namun, melalui pemahaman fiqih yang benar dan kajian yang mendalam, berbagai perbedaan pendapat dapat dikelola dengan bijaksana sesuai dengan konteks dan manfaat yang ada.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

April 15

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?