Belakangan ini, publik dihebohkan dengan berita mengenai peserta tes CPNS yang membawa jimat-jimat dalam berbagai bentuk, mulai dari tulisan berbahasa Arab, kain, tali pocong, hingga benda-benda lain yang diyakini memiliki kekuatan supranatural. Meskipun diketahui bahwa membawa jimat tersebut dilarang, setiap tahunnya masih saja ditemukan kejadian serupa. Bahkan ada yang menyimpan jimat-jimat tersebut di tempat yang tidak pantas seperti bra dan celana dalam.
Bagaimana sebenarnya pandangan Islam terkait fenomena ini dari segi fiqih dan teologi? Dalam perspektif teologi, penggunaan jimat hanya dapat dibenarkan jika penggunanya meyakini bahwa yang menentukan segala sesuatu adalah Allah, bukan jimat yang dipakainya atau kekuatan yang terkandung dalam jimat tersebut. Konsep serupa berlaku untuk benda-benda lain yang secara adat diyakini memberikan pengaruh ketika digunakan.
Dari sisi fiqih, penggunaan jimat sebenarnya diperbolehkan selama tetap diyakini bahwa segala kebaikan berasal dari Allah. Penggunaan jimat dalam bahasa Arab yang dikenal sebagai “tamaim” sebagian besar dihukumi secara serupa dengan pembahasan tentang ruqyah atau pengobatan dengan doa.
Namun, dalam konteks tes CPNS, panitia pelaksana melarang peserta untuk membawa jimat-jimat tersebut. Tindakan ini menjadi dilarang oleh syariah karena melanggar aturan yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, meletakkan jimat pada tempat yang tidak pantas juga dapat dianggap sebagai perbuatan terlarang, terutama jika jimat tersebut mengandung hal-hal suci seperti nama Allah, Rasul, atau ayat Al-Qur’an.
Secara keseluruhan, keyakinan seseorang terkait penggunaan jimat dapat bervariasi. Namun, dalam konteks khusus seperti tes CPNS, penggunaan jimat menjadi dilarang oleh syariah. Semoga informasi ini dapat memberikan pemahaman lebih dalam mengenai perspektif Islam terhadap penggunaan jimat dalam berbagai konteks.