Bendera dalam konteks sejarah Islam memiliki makna dan simbolik yang kaya. Salah satu yang paling dikenal adalah bendera perang kaum Muslimin pada masa Rasulullah. Dalam sejarah, bendera tersebut sering kali diidentifikasi dengan warnanya, seperti hitam (ar-Râyah) dan putih (al-Liwâ’). Namun, perlu dicatat bahwa tidak ada warna khusus yang ditentukan oleh Rasulullah sebagai warna bendera kaum Muslimin.
Dalam hadits yang mencatat peristiwa penaklukan kota Makkah, disebutkan bahwa Rasulullah memakai al-Liwâ’ berwarna putih dan ar-Râyah berwarna hitam. Namun, selain warna hitam dan putih, terdapat pula bendera berwarna abu-abu yang digunakan oleh Rasulullah. Hal ini menunjukkan bahwa warna bendera tidaklah konsisten dan bergantung pada situasi dan kondisi saat itu.
Selain warna, tulisan di dalam bendera juga menjadi perhatian. Ada riwayat yang menyinggung tentang tulisan tertentu pada bendera Rasulullah, namun keabsahannya tidak dapat dipastikan. Bendera perang Rasulullah pada dasarnya merupakan kain kosong tanpa tulisan tertentu. Sedangkan Khalifah keempat menggunakan bendera dengan tulisan “Muhammad Rasulullah” yang diduga menggunakan gaya tulisan Kufi.
Berdasarkan berbagai uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bendera dalam sejarah Islam tidak memiliki standar warna atau tulisan tertentu yang konsisten. Hal ini menunjukkan bahwa bendera dalam konteks perang hanyalah sebagai pembeda teknis dan bukan sebagai simbolisme yang mutlak. Dengan pemahaman ini, kita dapat membedakan antara bendera yang sesuai sunnah untuk dipakai dan yang sebatas simbol kelompok tertentu.
Dari sejarah ini, kita juga dapat melihat bahwa bendera Negara Indonesia, Merah Putih, secara ajaran Islam dapat diakui sebagai simbol yang sah dan tidak bertentangan dengan sejarah Islam. Dengan demikian, pemahaman tentang “bendera Islam” menjadi lebih jelas bagi masyarakat, serta penting untuk membedakan penggunaan bendera sesuai konteksnya.
