Operasi plastik, yang dikenal luas oleh masyarakat umum sebagai tindakan bedah untuk memperbaiki atau mengubah penampilan bagian tubuh tertentu, mendapat sorotan dalam kajian hukum dan etika Islam. Dalam konteks medis, operasi plastik pada wajah merupakan upaya rekonstruksi untuk memperbaiki kerusakan akibat musibah agar kembali ke keadaan semula.
Diskusi tentang hukum operasi plastik dalam Islam telah dilakukan oleh para kiai dalam forum bahtsul masail Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Waqi’iyyah Munas Alim Ulama. Mereka menegaskan bahwa tindakan rekonstruksi wajah agar kembali seperti semula dapat dibenarkan dengan mengutip pandangan ulama terkemuka.
Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhayli, operasi plastik yang melibatkan pemindahan anggota tubuh dari satu tempat ke tempat lain di tubuh seseorang adalah diperbolehkan asal manfaatnya lebih besar daripada bahayanya. Hal ini berlaku jika operasi dilakukan untuk mengembalikan fungsi tubuh yang hilang, memperbaiki cacat, atau menghilangkan gangguan fisik atau mental.
Pendapat yang serupa juga disampaikan oleh Syekh Abdul Karim Zaidan, seorang ahli fiqih asal Iraq. Menurutnya, perempuan yang mengalami cacat di wajah atau anggota tubuh lainnya akibat kecelakaan dapat menjalani operasi rekonstruksi untuk menghilangkan cacat tersebut, bahkan jika hal itu juga berdampak pada peningkatan penampilan.
Dalam konteks kecantikan, operasi plastik untuk mempercantik wajah atau anggota tubuh lainnya juga dibenarkan dalam batas-batas kewajaran yang diperbolehkan oleh syariat Islam. Syekh Abdul Karim Zaidan menegaskan bahwa tindakan ini masih sesuai dengan prinsip-prinsip agama.
Dengan demikian, perspektif hukum dan etika Islam terhadap operasi plastik menyoroti pentingnya pertimbangan matang, manfaat yang diharapkan, serta tujuan utama dari tindakan tersebut. Operasi plastik dalam Islam dapat dibenarkan jika dilakukan untuk mengembalikan fungsi tubuh, menghilangkan cacat, atau memperbaiki kondisi yang mengganggu, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip syariat.