Sebagian masyarakat masih meragukan kesunnahan puasa pada tanggal 9 Muharram (tasu’a) dan 10 Muharram (asyura). Di antara mereka, bahkan ada yang menganggap bahwa puasa pada dua hari tersebut tidak memiliki dasar dan bukan merupakan ajaran Islam. Namun, dalam Kitab Irsyadul ‘Ibad karya Syaikh Zainuddin Al Malibari, dibahas secara khusus tentang kemuliaan hari Asyura.
Dalam kitab tersebut dijelaskan empat hadits shahih dan satu pendapat berdasarkan kesepakatan ulama. Hadits pertama, yang diriwayatkan oleh Imam Nasai, menjelaskan tentang Rasulullah yang melaksanakan puasa di bulan Muharram setelah bulan Ramadan serta memerintahkan para sahabatnya untuk juga berpuasa di bulan tersebut. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya Muharram adalah bulan yang dimuliakan oleh Allah, di dalamnya umat Islam diperintahkan untuk bertaubat atas dosa-dosa yang telah lalu”.
Hadits kedua, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibnu Abbas, mengisahkan tentang keberadaan Nabi Muhammad di Madinah di mana penduduk Yahudi juga berpuasa pada hari Asyura. Salah satu dasar mereka adalah Nabi Musa yang berpuasa pada hari itu sebagai ungkapan terima kasih kepada Allah karena menyelamatkan Musa beserta kaumnya dari Firaun. Nabi Muhammad kemudian menyatakan, “Kami lebih berhak dan lebih menghormati Nabi Musa daripada kalian”, lalu beliau pun berpuasa Asyura serta memerintahkan para sahabatnya untuk ikut berpuasa.
Hadits ketiga, yang diriwayatkan dari Imam Muslim dari Abi Qatadah, mengatakan bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang puasa Asyura dan beliau menjawab bahwa puasa pada hari tersebut dapat menghapus dosa selama satu tahun sebelumnya.
Hadits keempat, yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, menceritakan ketika Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram dengan niat yang berbeda dengan puasa sunnah umat Yahudi.
Para ulama terdahulu juga menyebutkan bahwa pahala puasa Asyura adalah mendapatkan pengampunan dosa selama tujuh puluh tahun. Selain itu, terdapat banyak keutamaan lainnya tentang hari Asyura yang dijelaskan dalam Kitab Irsyadul ‘Ibad berdasarkan hadits-hadits Nabi Muhammad.
Puasa sunnah di bulan Muharram seharusnya tidak hanya terbatas pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi dalam Kitab Kanzun Najah Wassurur menjelaskan bahwa bulan Muharram merupakan bulan yang dimuliakan Allah SWT dan terdapat banyak amalan sunnah di dalamnya, termasuk puasa.
Imam Ibnu Hajar menyebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hafsah, di mana Nabi bersabda bahwa barangsiapa yang berpuasa di akhir bulan Dzulhijjah dan awal bulan Muharram, Allah akan menjadikannya sebagai penebus dosanya selama 50 tahun. Bahkan puasa satu hari di bulan Muharram setara dengan puasa tiga puluh hari.
Imam Ghazali juga menjelaskan bahwa barangsiapa berpuasa tiga hari di bulan mulia (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Rajab, dan Muharram) di hari Kamis, Jum’at, dan Sabtu, Allah akan mencatat baginya ibadah selama 700 tahun.
Melihat kemuliaan bulan Muharram ini, sebagai umat Islam sebaiknya kita melaksanakan amalan-amalan baik sesuai dengan ajaran Rasulullah. Sudah jelas bahwa puasa sunnah di bulan Muharram mendapatkan pahala yang besar. Di antara sunnah berpuasa di bulan Muharram dapat dikategorikan menjadi lima: puasa awal Muharram, puasa 1 hari Muharram, puasa 3 hari Muharram (Kamis, Jum’at, dan Sabtu), puasa 9 Muharram, dan puasa 10 Muharram.