Banyak orang sering keliru dalam memahami perbedaan antara ekonomi yang berlandaskan prinsip syariah dengan sistem ekonomi riba. Padahal, keduanya memiliki perbedaan yang signifikan dalam pelaksanaannya. Ekonomi syariah klasik didasarkan pada prinsip kehalalan jual beli dan keuntungan bersama, sementara ekonomi ribawi dibangun atas dasar pemberian keuntungan kepada pihak lain sebagai imbalan atas pertolongan. Konsep ekonomi syariah modern menekankan bahwa kedua belah pihak berhak mendapatkan keuntungan.
Dalam sebuah ayat Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 275, disebutkan bahwa jual beli dihalalkan sementara riba diharamkan. Ayat ini mengingatkan pada praktik masyarakat jahiliyah yang menganggap jual beli sama dengan riba ketika terjadi penundaan pembayaran dengan permintaan tambahan keuntungan. Allah menjelaskan bahwa keuntungan dari jual beli adalah halal, sedangkan tambahan akibat penundaan pembayaran (riba) dilarang.
Penafsiran Syeikh Abu Ja’far at-Thabari menegaskan bahwa tambahan keuntungan dari jual beli adalah berbeda dengan tambahan akibat penundaan pembayaran (riba). Hal ini penting untuk dipahami agar tidak terjerumus dalam praktik riba yang dilarang dalam syariat Islam. Dalam konteks transaksi jual beli, keuntungan yang diperoleh adalah sah dan halal, baik dalam pembelian tunai maupun kredit, selama ketentuan transaksi telah jelas diawal.
Dengan demikian, pemahaman yang benar tentang konsep jual beli dalam ekonomi syariah dapat mencegah praktik riba yang merugikan. Mengetahui perbedaan antara keuntungan dari jual beli dengan tambahan akibat penundaan pembayaran adalah kunci untuk menjaga transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah dan menghindari riba yang dilarang. Semoga pemahaman ini bermanfaat bagi kita semua.